EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diminta untuk mematakan secara rinci pembangunan sektor apa saja yang bakal dibiayai oleh utang. Hal ini lantaran keseimbangan primer yang saat ini masih defisit. Kondisi ini membuat negara tidak bisa menikmati kelebihan dari utang yang bisa dipakai untuk membiayai pembangunan yang produktif.
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengungkapkan, kejelian pemerintah untuk memanfaatkan utang sangat diperlukan agar utang bersifat refinancing. Artinya utang bisa dijadikan untuk belanja pemerintah yang produktif dan justru menghasilakn keuntungan. Utang, kata dia, jangan hanya sebatas untuk menambal utang sebelumnya atau untuk neutupi bunga dan cicilan utang yang sudah ada.
"Jadi kalau keseimbangan primer defisit ilsutrasinya kita menambah utang namun penghasilan dan penerimaan negara bukan bertambah namun malah menurun. Artinya tambahan modal yang didapat dari utang untuk pembiayaan pembangunan tadi sudah tidak produktif karena malah menambah beban," kata Enny, Senin (5/9).
Enny menambahkan, saat ini kewajiban utang Indonesia sudah menurun hingga 14 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hanya saja, dengan kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi yang cukup banyak menambah porsi utang, maka kewajiban utang bisa melonjak hingga nyaris 20 persen dari total APBN. Kondisi ini sebetulnya tidak masalah selama pos-pos pemanfaatan utang bisa dimaksamalkan untuk pembangunan yang produktif.
"Ketika pemerintah harus memangkas anggaran, nah, anggaran untuk bunga dan cicilan sudah pasti tidak mungkin terpangkas. Ini yang membuat ruang fiskal kita semakin terbatas. karena beban bunga dan cicilan tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa total utang pemerintah sebanyak nyaris Rp 3.400 triliun masih aman. Alasannya, besaran ini masih 26,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp 12 ribu triliun.