EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga gas yang digunakan industri pupuk di Indonesia cukup mahal dibandingkan negara lain. Jika di negara tetangga harga gas untuk industri berkisar 1-4 dolar AS per MMBTU, di Indonesia masih berada pada kisaran 6-7 dolar AS per MMBTU.
Tingginya harga gas dan persiangan industri pupuk yang semakin ketat, membuat PT Pupuk Indonesia harus mencari cara agar produksi mereka masih bisa bersaing di pasar dalam dan luar negeri. Salah satu cara yang diambil adalah merevitalisasi sejumlah pabrik pupuk.
Revitalisasi ini dijalankan agar pabrik yang beroperasi bisa lebih hemat dalam menggunakan gas baik sebagai bahan energi atau bahan baku utama. "Kita kan gak diam aja ya menghadapi situasi seperti ini, salah satu upaya kita agar bisa tetap bersaing adalah dengan melakukan penghematan (revitalisasi)," kata Kepala Korporat Komunikasi, PT Pupuk Indonesia Wijaya Laksana, Selasa (13/9).
Wijaya menjelaskan, gas memang menjadi komponen paling utama dalam memproduksi pupuk. Hampir 70 persen dari total pembuatan pupuk per ton adalah gas. Sebab gas lebih banyak digunakan sebagai bahan baku, bukan bahan bakar.
Dari 16 pabrik pupuk urea yang dimiliki PT Pupuk Indonesia, sembilan diantaranya sudah berumur di atas 20 tahun. Dengan umur yang terlampau tua, maka konsumsi gasnya menjadi lebih tinggi. Teknologi yang sudah juga, dan mesin pabrik yang sering mati karena rusak membuat boros akan konsumsi gas.
"Maka kita melakukan revitalisasi. Yaitu membangun pabrik baru yang canggih dan hemat untuk mengganti pabrik tua yang boros," kata dia.
Wijaya menerangkan, yang sudah selesai revitalisasi untuk tahap 1 adalah pabril di Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim VI) yang selesai pada November 2015, Pabrik Kaltim VI menggantikan pabrik Kaltim I.
Selain itu, PT Pupuk Indonesia juga akan melakukan revitalisasi pabrik di Palembang. Pabrik Pusri 2B akan dibangun untuk menggantikan pabrik Pusri 2 yang juga sudah tua. Revitalisasi ini direncanakan selesai akhir 2016.
"Satu lagi adalah pabrik Amurea 2 di Gresik. Pabrik ini baru selesai sekitar 2018," papar Wijaya.