Senin 19 Sep 2016 16:05 WIB

Defisit APBN Diperlebar, Utang Negara Bengkak Rp 37 Triliun

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pelebaran defisit anggaran yang diambil pemerintah di kisaran 2,5 hingga 2,7 persen ikut memperlebar ruang utang yang harus dibuka pemerintah. Bila sebelumnya potensi penambahan utang akibat pelebaran defisit dari asumsi yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 dari 2,35 persen menjadi 2,5 persen adalah Rp 15 triliun, maka kali ini penambahan ruang defisit sebanyak 0,2 persen menjadi 2,7 persen bakal meningkatkan utang hingga Rp 22 triliun.

Artinya, bila dijumlahkan, maka pemerintah harus melakukan utang sebesar Rp 37 triliun hingga akhir tahun, demi menambal belanja negara. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara menjelaskan, meski pemerintah sudah memperhitungkan berbagai kemungkinan, namun sebisa mungkin pelebaran defisit akan dijaga tidak melampaui 2,7 persen.

Keyakinan yang mulai ada dari penerimaan amnesti pajak, kata Suahasil, memberikan pelaung lebih besar bagi pemerintah untuk tetap menjaga ruang defisit agar tak terlalu lebar.  Ia menambahkan, pelebaran defisit fiskal yang ada saat ini terjadi lebih karena belanja yang lebih tinggi dibanding target. Selain itu, Kementerian Keuangan juga mendapat proyeksi akan adanya upsize atau pembengkakan kebutuhan untuk cost recovery.

Suahasil menyebutkan, pemerintah bersama dengan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus menjaga dan memastikan agar pengeluaran untuk cost recovery tidak lebih besar dari yang dianggarkan dalam APBNP 2016 sebesar 8 miliar dolar AS. Kekhawatiran tentang upsize cost recovery muncul setelah diketahui realisasi cost recovery hingga Juli 2016 saja sudah menyentuh angka 6,5 miliar dolar AS.

"Jadi pengeluaran itu mesti diwaspadai. Selain pengeluaran itu, transfer juga diupayakan mengurangi penundaan DAU. Shortfall kita sekarang saya terakhir bicara dengan (Ditjen) Pajak masih Rp 219 triliun. Tentu ada risiko-risiko yang mesti diawasi, di penerimaan pun mesti diawasi. Di pengeluaran kementerian lembaga kelihatannya jadi lebih cepat," ujar Suahasil, di Jakarta, Senin (19/9).

Suahasil menambahkan, pembengkakan kebutuhan untuk belanja negara sebanyak Rp 37 triliun nantinya bisa diatasi dengan tiga opsi penanggulangan. Opsi pertama melalui penerbitan lelang rutin, menambah ruang pinjaman, dan menambah utang dari swasta atau private placement.

"Saya rasa (pendanaan) akan di-combine, antara penerbitan lelang rutin juga dengan melihat pinjaman, dan pinjaman yang bisa di-upsize, atau lewat private placement. Kalau sekarang, defisit bisa dihitung tapi bisa ada perubahan pada 31 Desember," ujar Suahasil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement