EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Energi dari Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto mengkritisi wacana pemerintah memperpanjang ekspor mineral hasil pengolahan (konsentrat). Sebelumnya Pelaksana Tugas (PLT) Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan perpanjangan relaksasi konsentrat antara tiga sampai lima tahun.
Agung mengatakan dalam Undang-Undang Mineral dan Gas Bumi belum mengatur perpanjangan tersebut. "Jadi selama belum ada perubahan di situ, jangan membuat ketidakpastian lagi. Ini kan menimbulkan ketidakpastian bagi semua pihak," katanya kepada Republika.co.id, Senin (26/9).
Ia mencontohkan dampak bagi perusahaan yang mulai bergerak membagun smelter. Jika ada perpanjangan relaksasi, menurutnya, bisa mematikan industri tersebut.
Agung mengakui pembatasan ekspor tidak bisa diterapkan sampai 2017. Berdasarkan Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014, ekspor konsentrat mineral dapat dilakukan hingga 11 Januari 2017. Rentang waktu ini diberikan bagi perusahaan yang membangun smelter. "Tapi kemudian ini diubah, melalui instrumen apa?" ujar Agung.
Undang-undang Minerba akan diamandemen pada akhir 2016. Ia berharap jika demikian, aturan terbaru sebaiknya melalui kajian akademis yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Penyebab kenapa yang dulu tidak bisa dijalankan, karena kajian akademis yang membahas pengaturan hilirisasi tidak cukup kuat. Jadi jangan asal main tembak, lima tahun, empat tahun, karena yang dulu seperti itu," tutur Agung.
Salah satu kajian yang dimaksud terkait lama waktu pembangunan smelter. Kemudian soal sanksi bagi yang belum bergerak, menurutnya tidak bisa dipukul rata. Sebab setiap industri memiliki kekuatan berbeda.
"Jadi sebaiknya kajian akademis UU yang akan direvisi harus kuat. Sehingga tidak mengulang kesalahan yang sama," ujar Agung.
Baca juga: Kementerian ESDM Masih Evaluasi Perpanjangan Ekspor Konsentrat