EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan fenomena La Nina tak akan berdampak buruk bagi para petani. Justru menurutnya fenomena ini menjadi berkah tersendiri bagi pertanian.
"Kenapa? Karena di saat La Nina ini datang pada saat bulan Juli kita butuh hujan karena musim kering kan bulan Juli. Tiba-tiba La Nina datang. Sekarang ndak pernah kering," kata Amran di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (4/10).
Amran mengatakan, pada Juli tahun lalu hanya terdapat sekitar 600 ribu hektare lahan pertanian yang berproduksi. Namun, dengan adanya fenomena La Nina, pada Juli tahun ini produktivitas lahan pertanian meningkat hingga satu juta hektare. Sedangkan, pada Agustus tahun lalu produktivitas pertanian tercatat sekitar 500 ribu hektare dan pada periode yang sama di tahun ini mencapai sekitar satu juta hektare.
"September tahun lalu 800 hektare, baru saja kami tutup tiga hari yang lalu tutup buku itu 1,2 juta hektare. Artinya apa? Tiga bulan ini ada kenaikan kurang lebih satu juta hektare dibanding dengan tahun sebelumnya. Ini luar biasa. Jadi La Nina membawa berkah," kata Amran.
Untuk mengantisipasi perubahan cuaca yang dapat berdampak pada produktivitas pertanian, Amran menyampaikan Kementerian pertanian berupaya untuk menambah waktu tanam pada Juli, Agustus, September yang dapat mencapai hingga seribu hektare. Sebab, di Indonesia terdapat musim paceklik yakni pada Desember, Januari, dan Februari. Selain itu, Kementan juga tengah berupaya mengoptimalisasi pemanfaatan sumber daya air untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian.
"Ini antisipasinya tadi adalah di bulan Juli, Agustus, September, ini kan Indonesia mengenal musim paceklik. Musim paceklik adalah Desember, Januari, Feberuari ini paceklik. Setiap tahun kami mengubah musim paceklik ini menjadi tidak paceklik. Caranya adalah tanam di Juli, Agustus, September," ujarnya.
Kementan juga telah menginstruksikan kepada tim di daerah agar mewaspadai cuaca dan peningkatan curah hujan. Sejumlah daerah yang patut diwaspadai dan diantisipasi yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, dan juga Kalimantan Selatan. Amran mengatakan, ketujuh daerah tersebut merupakan lumbung pangan yang harus dijaga.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendeteksi munculnya fenomena La Nina pada akhir Agustus 2016 hingga awal 2017 mendatang. Bersamaan dengan fenomena La Nina terjadi fenomena Dipole Mode negatif dan anomali suhu muka air laut di beberapa wilayah Indonesia, yang mengakibatkan 'kemarau basah.'