EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro mengatakan, rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membentuk unit pengelolaan investasi syariah secara terpisah dinilai masih terlalu dini. Sebab, sumber daya manusia atau tenaga ahli untuk manajer investasi syariah masih terbatas.
"Mudah-mudahan jangan terlalu buru-buru, manajer investasi yang sudah ada sekarang untuk memenuhi ketentuan minimun belum semuanya bisa diikuti, karena memang talenta kita terbatas," ujar Legowo di Jakarta, Selasa (4/10).
Menurut Legowo, hal yang terpenting saat ini adalah implementasi tata kelola investasi syariah harus dipastikan sesuai dengan prinsip syariah. Mulai dari pemilihan efek syariah, pengawasan penerapan investasi syariah, pembukuan, dan juga purifikasinya.
Selain itu, selama ada Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM) dan Dewan Pengawas Syariah yang bisa memonitor serta mengawasi, maka kinerja manajer investasi bisa dipertanggungjawabkan. "Menurut kami, tata kelola itu yang penting, jadi bukan menjadi unit sendiri. Sebagai contoh kami di MAMI sudah ada divisi kepatuhan, dan juga ada internal control yang memastikan bahwa kepatuhannya berjalan dengan baik," kata Legowo.
Akan tetapi, Legowo menambahkan, apabila OJK tetap menerbitkan rencana tersebut, MAMI akan mendukungnya dengan catatan tata kelola di setiap perusahaan investasi benar-benar sudah diterapkan dengan baik. Selain itu, tenaga ahli yang menguasai pasar modal juga harus dipersiapkan dengan baik. Apalagi saat ini ASPM yang sudah mengantongi izin jumlahnya masih kurang.
Saat ini, MAMI memiliki dua produk reksa dana syariah yakni syariah sektoral amanah dan reksa dana off shore yakni saham syariah asia pasifik. Legowo mengatakan, dana kelolaan syariah untuk produk syariah sektoral amanah sampai Juni 2016 sudah mencapai Rp 800 miliar.
Sedangkan, untuk saham syariah asia pasifik yang diluncurkan pada Februari 2016 jumlahnya mencapai 129 miliar dolar AS per Juni 2016. Secara umum total dana kelola per Juni 2016 sudah mencapai Rp 51,3 triliun.