EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta lebih agresif dalam mengejar kewajiban pajak ke perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, Google. Berkaca dari pengalaman Inggris dalam usahanya membuat satu aturan perpajakan baru, koordinasi antara pemerintah dan parlemen harus kuat demi bisa memaksa Google membayar pajaknya atas keuntungan yang diperoleh dari kegiatannya di Indonesia.
Pengamat perpajakan Darussalam menilai Inggris berhasil membuat Google rela membayar tunggakan pajak sejak negara tersebut mengeluarkan diverted profit tax atau pajak atas keuntungan yang dibawa ke luar negeri. Menurutnya, sejak awal Google memang secara lihai melakukan perencanaan untuk menghindari pengenaan pajak.
Darussalam menuturkan, Google mendirikan anak usaha di Singapura, di mana kegiatan operasionak di Indonesia termasuk iklan juga diatur dari sana. Google sejak awal menghindari pembentukan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia demi bebas dari pajak.
Alasannya, BUT merupakan syarat atau ambang batas bagi negara sumber untuk dapat mengenakan pajak dari negara sumber. Dengan begitu maka Indonesia, lanjutnya, tidak berhak memajaki penghasilan yang bersumber dari Indonesia atas jualan Google yaitu iklan secara online.
"Otoritas Pajak (pemerintah) harusnya juga secara agresif mengejar perpajakan kita. Kalau dia (Google) melakukan aggressive tax planning. Ini seperti strategi Machiavelli. Jadi harus dilawan," tuturnya, Jumat (14/10).
Lebih lanjut Darussalam menuturkan, Google yang lahir di AS memiliki strategi penghindaran pajak dengan mendirikan perusahaan intellectual property yang menganut hukum Irlandia. Di Irlandia, Google kembali menghindari pajak dengan membentuk manajemen yang efektif berkedudukan di Bermuda.
Ketentuan yang berlaku baik di Irlandia dan Bermuda membuat Google tak tersentuh pajak. Di Irlandia pengenaan pajak diberikan apabila manajemen efektif juga berada di dalam negeri. Sedangkan Bermuda menerapkan pajak kepada perusahaan yang didirikan sejak awal di sana.
Ketegasan yang dilakukan oleh pemerintah dan parlemen Inggris dalam menelurkan Undang-Undang baru tentang perpajakan dinilai bisa ditiru pemerintah Indonesia. Darussalam menilai, tidak menutup kemungkinan penerimaan pajak yang berasal dari wajib pajak saat ini tidak lebih besar dari nilai tunggakan pajak yang harus dibayarkan Google.
Inggris, lanjutnya, memberikan satu pendekatan dengan menciptakan satu jenis pajak baru untuk perusahaan penyedia konten lewat internet atau over the top (OTT), di mana pajak baru ini diluar cakupan PPh. "Supaya Google tidak berlindung lagi di tax treaty. Karena objek tax treaty itu adalah PPh. Intinya, Google akan dikenakan 25 persen kalau dia secara sengaja berupaya di negara Inggris untuk tidak membentuk BUT. Kalau itu terbukti, maka 25 persen dikenakan atas profitnya yang bersumber dari Inggris," ujarnya.
Aturan main baru yang dijalankan Inggris berhasil memaksa Google dan perusahaan OTT lain untuk mengubah struktur bisnisnya dan membentuk satu BUT resmi yang dikenai pajak. Pemerintah Indonesia diminta untuk mengimbangi jurus Google yang agresif untuk penghindaran pajak dengan kebijakan yang agresif pula.
"Mungkin pemeritah juga bisa lakukan sperti itu. Jadi intinya, agresif dilawan dengan aturan yang agresif juga," katanya.