EKBIS.CO, INDRAMAYU – Para petani garam di Kabupaten Indramayu tak bisa menikmati tingginya harga garam saat ini. Hal ini karena, mereka tidak memiliki stok garam akibat fenomena La Nina yang terjadi sepanjang musim kemarau tahun ini.
Saat ini, harga garam sudah mencapai sekitar Rp 1.000 per kg. Harga itu jauh di atas harga yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 750 per kg untuk garam kualitas satu dan Rp 550 per kg untuk garam kualitas dua.
‘’Stok garam petani sudah habis,’’ ujar seorang petani garam asal Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Sunarji (34 tahun), Senin (24/10).
Fenomena La Nina yang terjadi sepanjang musim kemarau tahun ini membuat proses pengolahan tambak garam yang dilakukan petani selalu gagal. Akibatnya, produksi garam petani menjadi hancur.
Para petani garam di Kecamatan Losarang sempat melakukan panen perdana garam saat kondisi cuaca sedang membaik. Namun, panen itu tak bisa lagi dilakukan karena hujan kembali mengguyur dan menghancurkan pengolahan tambak garam mereka.
Sunarji menyatakan, rata-rata stok garam yang dimiliki petani hanya sekitar sepuluh persen. Garam itupun sudah dijual kepada tengkulak saat harganya masih di kisaran Rp 500–Rp 600 per kg.
Ketua kelompok usaha garam rakyat "Baujan Krangkeng", Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Shobirin Sadi (53) mengatakan, petani sebenarnya berusaha untuk mempertahankan harga jual garam dengan cara menyimpannya di gudang. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena mereka terdesak kebutuhan hidup sehari-hari. ‘’Jadi petani sekarang sudah tidak memiliki stok garam lagi,’’ kata Shobirin.
Ketua Asosiasi Petani Garam Indramayu, Juendi mengungkapkan, petani garam selama ini memang terkendala faktor permodalan. Akibatnya, mereka tidak bisa menyimpan stok garam dalam jumlah besar karena terdesak kebutuhan.
‘’Harusnya petani bisa menyimpan stok garam saat panen untuk dijual di saat harga sedang tinggi,’’ kata Juendi.
Di Kabupaten Indramayu, areal tambak garam tersebar di tiga kecamatan. Yakni Kecamatan Losarang seluas 923 hektare, Kandanghaur 190 hektare, dan Krangkeng 600 hektare. Setiap satu hektare lahan garam rata-rata dikelola oleh tiga orang petani garam. Masa produksi garam biasanya berlangsung selama 90 hari, mulai Agustus hingga Oktober. Namun, tahun ini produksi garam terkendala hujan yang terus turun akibat fenomena La Nina.