EKBIS.CO, JAKARTA -- Maraknya tenaga asing di Indonesia tidak hanya karena tumbuhnya investasi dari luar negeri tetapi juga karena minimnya keahlian sumber daya manusia (SDM) lokal.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, keahlian tenaga kerja di dalam negeri memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Tingginya pertumbuhan lapangan pekerjaan baik di sektor formal maupun informal tetap tidak akan berjalan secara mulus tanpa dukungan dari SDM yang berkualitas.
"Ini berkaitan dengan efisiensi pasar kerjanya," kata Bambang dalam diskusi ketenagakerjaan di kantor Bappenas, Selasa (1/11).
Dari data Global Competitivnes Report, World Economic Forum 2016, Indonesia masih berada di peringkat ke-108 terkait efisiensi pasar kerja. Angka ini masih jauh dibandingkan negara tetangga seperti Singapura yang berada di peringkat ke-2 juga negara Asia Tenggara lain seperti Malayasia (24), Laos (30), Brunei (47), Kamboja (58), Vietnam (63), Thailand (71), dan Philipina (86).
Menurut Bambang, pemerintah saat ini memang tengah mengedepankan perbaikan keahlian SDM mulai tingkat bawah atau di kalangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hingga universitas. Menurut Bambang, pengembangan dana keahlian atau pelatihan merupakan tindak lanjut perturan pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Harijanto mengatakan, keahlian memang menjadi salah satu elemen penting dalam sebuah perusahaan baik formal maupun pengerjaan sebuah proyek. Ketika keahlian SDM dalam negeri tidak mampu memenuhi keinginan perusahaan, maka perusahaan tersebut akan mendatangkan pekerja asing yang memiliki keahlian lebih baik.
Harijanto mencontohkan, banyak pengerjaan proyek yang membutuhkan keahlian dan tenaga lebih karena harus berdiam lama di sebuah kawasan yang terisolir atau masuk ke daerah pedalaman. Pekerja Indonesia lebih sedikit yang mampu bertahan, sedangkan pekerja asing mau untuk bekerja meski harus bersusah-susah masuk ke hutan dalam jangkwa waktu lama.
"Kalau insinyur kita paling tahan dua minggu. Kalau orang luar mereka bisa tahan lama kerja seperti itu," ujar Hariyanto.