EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) berdampak pada kondisi keuangan global. Sentimen ini berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terdepresiasi sebesar 100 poin atau 0,76 persen menjadi Rp 13.155 pada pukul 10.17 WIB setelah sempat menguat sebesar Rp 13.055 pada pembukaan perdagangan pagi ini, berdasarkan data Bloomberg.
Sementara berdasarkan kurs tengah JISDOR BI, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 13.084 per dolar AS. Kendati begitu, Bank Indonesia (BI) menyatakan dampak Pilpres AS kepada pasar keuangan keuangan valuta asing Indonesia relatif stabil dan terjaga.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, volatilitas nilai tukar rupiah yang terjadi selama beberapa hari terakhir ini merupakan dinamika yang dinilai biasa oleh bank sentral. "Pilpres AS kami akan pantau terus, dan volatilitas kurs jangka pendek itu kami lihat biasa. Nilai tukar dalam jangka pendek itu selalu merespon pada perkembangan berita, itu biasa naik turun," ujar Perry di Gedung BI, Rabu (9/11).
Perry mengatakan, secara keseluruhan, kurs rupiah akan bergerak sesuai dengan nilai fundamental. Ia meyakini fundamental nilai tukar akan membaik seiring dengan makro ekonomi yang membaik.
Perry menegaskan, bank sentral akan terus memantau perkembangan di pasar keuangan. Apabila terjadi gejolak kurs atau fluktuasi yang tinggi, BI tidak segan-segan untuk intervensi demi menstabilkan kurs sesuai nilai fundamentalnya.
"Kami yakin dalam jangka panjang, rupiah akan ke fundamentalnya. Kalau beberapa hari ini kami pantau, pasar itu sudah bisa sesuaikan keseimbangan, kami lihat dengan fluktuasi yang saya kira ini jangka pendek,"tuturnya.
Selain itu, cadangan devisa yang stabil tidak hanya dinilai mencukupi untuk menstabilkan kurs tapi juga mengantisipasi risiko-risiko pembalikan modal asing (capital outflow), yang diyakini memiliki risiko yang kecil karena kepercayaan terhadap ekonomi domestik cukup kuat.
"Kalau terjadi (capital outflow), cadangan devisa kita lebih dari cukup 115 miliar dolar AS itu jauh mencukupi. Kami juga ada bilateral swap arrangement dengan Cina, Jepang, dan lainnya. Kami sudah punya lapisan cara bukan hanya antisipasi tetapi juga mengendalikan stabilitas," katanya.