EKBIS.CO, JAKARTA -- Rencana Bank Indonesia (BI) untuk menerapkan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging untuk mengelola likuiditas perbankan disambut baik oleh para bankir.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, GWM Averaging bagus untuk menjaga likuditas pasar ke depan. Sebab, apabila proyek infrastuktur bekerja semua akan menyebabkan likuiditas menjadi lebih ketat.
"Kalau seperti itu akan ada kemungkinan bank bisa menarik likuditas dari BI. Daripada mati gitu kan mending dimanfaatkan. Tapi untuk yang likuiditasnya cukup ya saya rasa tidak perlu," ungkap Jahja saat ditemui usai Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di JCC, Selasa (22/11) malam.
Jahja menilai, selain memberi fleksibilitas bagi perbankan untuk mengelola likuiditas, GWM Averaging akan mendorong efisiensi dikarenakan apabila likuiditas ketat, bank dapat menggunakan cadangan GWM milik sendiri. "Kan daripada dia pinjam di pasar. Kalau di pasar kan bunganya lebih mahal dari itu. GWM kan duit mati istilahnya," kata Jahja.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, kebijakan ini bagus karena selama ini perbankan berusaha mengatur agar likuiditas jangka pendek sesuai dengan GWM primer yang ditetapkan bank sentral, yakni 6,50 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
"Kalau dengan averaging kita bisa lebih tenang, karena dalam jangka pendek kadang-kadang kan fluktuasi likuiditas kita naik turun. Dengan averaging kan kita bisa menjaga supaya kita nggak harus top up. Itu bagus," tutur Kartika.
Sementara itu transmisi ke suku bunga perbankan, kata Kartika, mungkin dapat lebih cepat. Karena dengan aturan ini bank akan menjaga supaya likuiditas tetap stabil.
Sementara itu, Direktur Utama BTN Maryono mengatakan, dengan ini bank tidak perlu meminjam dana dari luar untuk mempertahankan GWM primer sebesar 6,50 persen dari DPK, namun akan berusaha mengatur sendiri likuiditasnya agar sesuai dengan aturan bank sentral. Selain itu, kebijakan ini juga akan membantu perbankan ekspansi kredit.
"Dampaknya adalah untuk mengatasi jangka pendek, supaya dalam jangka pendek tidak ada kesulitan likuditas. Kebijakan ini agar kita ekspansi kredit," kata Maryono.
Kebijakan ini, kata Maryono, memang tidak berpengaruh secara langsung. Namun dengan adanya GWM Averaging ini perseroan akan membuat perencanaan ekspansi kredit yang lebih longgar.
Kendati begitu, Maryono menilai kebijakan ini belum akan berpengaruh ke bunga kredit secara cepat. Karena mekanisme ini tergantung dengan pasar. Apakah nantinya bunga di market akan naik atau turun saat ada kekurangan likuiditas, ia masih belum dapat memperkirakan.
Menurutnya GWM Averaging ini hanya bertujuan untuk menjaga likuditas, bukan mempengaruhi suku bunga secara langsung. "Dengan adanya itu target kami tidak berubah, antara 19-20 persen, semua total," katanya.