Kamis 01 Dec 2016 16:34 WIB

Inflasi di Desa Tinggi, Nilai Tukar Petani Melorot

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Petani menanam padi di kawasan persawahannya. (ilustrasi)
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Petani menanam padi di kawasan persawahannya. (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perkembangan nilai tukar petani (NTP) pada November tahun ini mengalami penurunan 0,4 persen dibanding raihan bulan sebelumnya. Nilai tukar petani, yang menunjukkan daya tukar produk pertanian untuk barang konsumsi, pada November yang tercatat sebesar 101,31 persen disebabkan angka inflasi pedesaan yang masih tinggi di angka 0,87 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, tingginya inflasi di desa banyak disumbangkan oleh kelompok bahan pangan yang mengalami kenaikan harga. Sasmito menyebutkan, penurunan NTP juga disebabkan maskih adanya asimetric information di mana imbas dinamika harga di kota tidak menguntungkan masyaraka desa. Misalnya, ketika harga bahan pangan di kota mengalami kenaikan maka harga komoditas yang sama di desa secara cepat ikut naik. Sedangkan bila harga bahan pangan di kota mengalami penurunan, harga bahan pangan di desa tidak mengalami penurunan. "Ketika ada penurunan harga di kota tidak ditransmisikan secara cepat ke desa," ujar Sasmito di Kantor Pusat BPS, Kamis (1/12).

BPS mencatat, penurunan NTP terbesar dialami oleh Jawa Timur sebesar 1,14 persen. Sementara kenaikan NTP tertinggi terjadi di Kaliamantan Barat dengan kenaikan 1,77 persen dibandingkan provinsi lainnya. Sementara nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) nasional pada November 2016 tercatat sebesar 110,33 atau naik 0,07 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.

Sasmito menjelaskan, penurunan NTP pada November tahun ini disumbang oleh penurunan secara serentak yang dialami oleh beberapa subsektor termasuk tanaman pangan dengan penurunan 0,4 persen, hortikultura menurun 0,02 persen, peternakan turun 1,15 persen, dan perikanan mengalami penurunan sebesar 0,03 persen. Satu-satunya subsektor yang mengalami kenaikan adalah perkebunan rakyat dengan kenaikan sebesar 0,03 persen.

Menyikapi penurunan NTP kali ini, Sasmito merekomendasikan pemerintah untuk melakukan pemerataan sikap antara kota dan desa. Artinya, pembangunan harus dilakukan secara merata dan kebijakan ekonomi harus menyentuh masyarakat desa. Ia juga menilai bahwa rencana pembentukan tim pengendali inflasi merupakan satu keharusan. Tujuannya, upaya pengendalian inflasi yang menyentuh kabupaten dan kota, bahkan desa, bisa secara efektif menahan laju inflasi di masa yang akan datang.

"Pembentukan tim pengendali inflasi. Jadi bukan hanya di kota-kota IHK namun di seluruh kabupaten kota nanti akan membantu menekan inflasi pedesaan. Walau belum berjalan sepenuhnya namun akan sangat membantu," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menilai bahwa adanya penurunan NTP petani kembali menjadi catatan bagi pemerintah. Menurutnya, satu-satunya subsektor yang mengalami kenaikan NTP yakni subsektor tanaman perkebunan rakyat tertolong oleh kenaikan harga komoditas yang terjadi untuk karet, sawit, kopi, dan cengkeh dalam beberapa bulan belakangan. Hanya saja, pemerintah tidak boleh terlena dengan kenaikan harga ini. Menurutnya, kenaikan harga komoditas perkebunan bisa saja terjadi sesaat tergantung dari keseimbangan pasokan dan permintaan pasar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement