EKBIS.CO, JAKARTA -- Revisi aturan terkait penjualan Surat Utang Negara (SUN) dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199/PMK.08/2015 sebagai perubahan atas PMK nomor 134/PMK.08/2013 tentang Diler Utama, dinilai tepat untuk mempertegas hubungan antara pemerintah dan pihak dealer.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menjelaskan, aturan ini semakin memperjelas posisi diler terhadap pemerintah serta rambu-rambu sebagai diler. "Kalau menurut saya lebih menunjukkan dan menjelaskan rambu-rambu sebagai diler, apa saja yang harus dilakukan karena mereka mewakili pemerintah untuk menjual SUN," ujar Lana pada Republika, Kamis (12/1).
Menurut Lana, sebagai diler, pihak yang bersangkutan diharuskan menjaga hubungan baik dengan pemerintah. Apabila ada yang berseberangan, maka sebaiknya disampaikan secara internal. Hal ini menyusul riset yang dikeluarkan JP Morgan terkait prospek ekonomi Indonesia di 2017.
Dalam risetnya, bank asal AS tersebut menurunkan tingkat rekomendasi negara berkembang yaitu Indonesia dan Turki ke underweight. Sementara Brasil yang iklim politiknya lebih panas dibanding Indonesia diturunkan ke level netral dan Malaysia dinaikkan ke level overweight.
"Mereka kan asing, klien mereka kan asing mereka harusnya bisa menjual SUN Indonesia ke asing supaya dana asing ini masuk. Jadi syaratnya ya mereka harus bermitra kalau setuju jadi diler. Kalau ternyata punya pandangan berbeda dengan pemerintah ya tidak usah jadi diler. Jangan hanya mau komisinya saja," tutur Lana.
Lana mengkritik hasil riset tersebut yang menurutnya tidak dibuat dengan alasan yang jelas. Padahal makro ekonomi Indonesia secara umum stabil. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah dana asing yang masuk ke Indonesia yang terus bertambah. Berdasarkan data DJPPR Kementerian Keuangan, per tanggal 9 januari terdapat aliran modal masuk sebesar Rp 670 triliun, naik sebanyak 4 triliun selama 5 hari dari tanggal 4 Januari yang sebesar Rp 666 triliun.
"Jadi selama beberapa hari tambah Rp 4 triliun. Sekali-sekali seperti ini supaya analis itu tidak mudah melakukan downgrade dengan alasan yang tidak jelas," kata Lana.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dalam beleid yang berlaku mulai 30 Desember 2016 tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) menambahkan beberapa pasal dan mengubah sejumlah pasal. Salah satu pasal yang ditambahkan, yaitu Pasal 7A yang mengatur kewajiban diler utama.
Pasal 7A berbunyi: Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, diler utama wajib menjaga hubungan kemitraan dengan Pemerintah Republik Indonesia yang berlandaskan pada asas profesionalitas, integritas, penghindaran benturan kepentingan, dan memperhatikan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, PMK ini juga menyisipkan pasal 7B yang mengatur mengenai SUN yang digunakan dalam perhitungan atas kewajiban aktivitas diler utama di pasar perdana tidak termasuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dengan tenor tiga bulan.
Dalam PMK tersebut, Menkeu juga mengubah pasal 5 yang mengatur mengenai kewenangan Menkeu dalam menerima atau menolak permohonan untuk menjadi diler utama berdasarkan pada tiga pertimbangan.
Pertama, kebutuhan jumlah diler utama. Kedua, rekam jejak bank atau perusahaan efek yang mengajukan permohonan sebagai calon diler utama termasuk pengalam kerja sama dengan Kemkeu. Ketiga, efektivitas penerapan sistem diler utama.
Dalam PMK sebelumnya, pasal ini hanya menyebutkan bahwa Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal berwenang menerima atau menolak permohonan untuk menjadi diler utama dengan mempertimbangkan kebutuhan jumlah diler utama.
Tak hanya itu, Menkeu juga memberikan ketentuan pengajuan permohonan untuk menjadi diler utama lagi setelah penunjukannya dicabut melalui Pasal 31 ayar 5. Pengajuan dapat dilakukan setelah 12 bulan sejak pencabutan diler utama.