Dalam sebuah survei terhadap 233 perusahaan jasa keuangan yang dipublikasikan di The Sunday Times of London pekan lalu, 39 perusahaan mengatakan akan mengurangi jumlah pegawai karena alasan Brexit. Setengah dari jumlah tersebut sudah mulai melakukannya.
Untuk perbankan Inggris, kekhawatiran terbesar adalah apakah mereka akan mampu untuk terus menawarkan layanan untuk klien di seluruh negara Uni Eropa. "Sebagian besar bank internasional sekarang memiliki tim proyek yang bekerja di kantor operasional di luar Inggris," kata Kepala Eksekutif Asosiasi Bankir Inggris Anthony Browne, dalam artikel yang ia tulis di surat kabar The Observer tahun lalu.
"Tangan mereka bergetar di atas tombol relokasi," kata Browne menambahkan.
Sementara sektor usaha lainnya seperti pertanian, perhotelan dan konstruksi khawatir tentang tenaga kerja. Saat ini semua sektor tersebut sangat bergantung pada pekerja dari kawasan Eropa Selatan atau Eropa Timur. Kebijakan Pemerintahan May untuk mengurangi jumlah imigran di Inggris tentunya akan berdampak besar.
Industri otomotif Inggris, yang mengalami booming dalam beberapa tahun terakhir, sangat rentan terhadap tarif. Terlebih lagi, selama ini mereka masih mengandalkan produk komponen impor.
Sekitar tiga perempat dari 1,6 juta kendaraan yang dibuat di Inggris pada tahun 2015 ditujukan untuk pasar ekspor. Dari jumlah tersebut sekitar 57 persen diekspor ke negara-negara Uni Eropa.
Tahun lalu, Presiden Britain’s Society of Motor Manufacturers and Traders, Gareth Jones menyerukan keanggotaan pasar tunggal. Dia juga mengimbau pemerintah, untuk tidak memberikan hambatan dalam perdagangan antarnegara.
Para pejabat Inggris mengatakan, bagaimanapun, bahwa negara mengimpor lebih banyak kendaraan dari Uni Eropa (800 ribu per tahun diimpor dari Jerman saja) daripada ekspor. Ya, Jerman memiliki kepentingan ekonomi yang lebih besar dalam menjaga keutuhan 27 negara Uni Eropa lainnya untuk terus bersama-sama dalam sebuah pasar tunggal daripada memihak kepada keinginan Inggris yang bisa melemahkan persatuan pasar tersebut.
Untuk bisa mencapai tujuannya, Theresa May sepertinya harus mengeluarkan usaha ekstra dalam bernegosiasi dengan para pimpinan Uni Eropa.