EKBIS.CO, CANBERRA -- Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk keluar dari kemitraan Trans-Pacific Partnership (TPP) tidak membuat Ausralia mengurungkan niatnya untuk terus bergabung dalam kesepakatan perdagangan bebas Asia Pasifik tersebut. Pemerintah Australia bahkan menawari Indonesia dan Cina untuk bergabung TPP.
Menteri Perdagangan Australia Steven Ciobo menawari sejumlah negara untuk terus mendorong berlakunya TPP yang kini hanya menyisakan 11 negara, berkurang satu negara setelah mundurnya AS. Dia mengatakan Australia telah berbicara dengan Kanada, Meksiko, Jepang, Selandia Baru, Singapura, Malaysia, Chili, dan Peru untuk menyelamatkan kesepakatan tanpa adanya keterlibatan AS.
Menurutnya, terbentuknya TPP terbuka untuk keterlibatan negara lain.
"Tentu saja saya tahu Indonesia telah menyatakan minat dan akan ada ruang untuk Cina, jika kami dapat merumuskan itu menjadi TPP 12 minus satu," katanya saat ditanya keterlibatan Cina dilansir dari the Guardian, Senin (23/1),
Ia mengatakan, tidak mudah untuk mendorong perjanjian tersebut karena akan ada sejumlah faktor yang akan mempersulit perjanjian TPP minus 1 tersebut, termasuk Meksiko dan Kanada yang pertama harus berurusan dengan Trump. AS meminta Meksiko dan Kanada untuk menegosiasikan kembali kesepakatan perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA).
Perdana Menteri Australia Malcolm Trunbull dilaporkan telah mengkonfirmasi komitmen Australia bergabung dalam TPP saat berbicara melalui sambungan telepon dengan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe. Dia mengatakan keputusan AS untuk mundur merupakan kerugian besar bagi TPP. Meski demikian, dia mengungkapkan ada potensi TPP mendorong Cina untuk bergabung.
"Ada kesempatan TPP berjalan tanpa AS," ujarnya.
Berdasarkan aturan di TPP, kesepakatan perdagangan bisa dilakukan hanya jika enam dari 12 negara pendirinya meratifikasi perjanjian. Selain itu, enam negara itu harus merepresentasikan 85 persen produk domestik bruto dari 12 negara tersebut.
Hal itu berarti kesepakatan tidak bisa dilakukan jika AS atau Jepang tidak meratifikasi perjanjian, karena keduanya merepresentasikan 79 persen PDB dari semua 12 negara. Tanpa AS atau Jepang bergabung, tidak ada yang bisa memenuhi syarat 85 persen tersebut.