EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menegaskan penetapan bea keluar ekspor konsentrat mineral tambang akan mengacu pada progres fasilitas pengolahan atau smelter. Artinya, tinggi rendahnya bea keluar ekspor yang harus dibayarkan pemegang izin usaha pertambangan bergantung pada cepat atau lambannya pembangunan smelter.
"Kemarin sudah didiskusikan akan mengirimkan segera rincian dari rekomendasi yang sesuai dengan keputusan yang dikakukan pemerintah untuk memberikan sinyal mengenai bea keluar yang dikaitkan dengan progres," ujar Sri usai menghadiri CIMB Niaga Economic Forum 2017, Kamis (26/1).
Meksi begitu, Sri belum mau memberikan penjelasan terkait berapa lapisan tarif yang akan diterapkan pemerintah. Ia berjanji akan menjelaskan kepada media segera setalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait hal ini diterbitkan.
Sebelumnya, Sri juga menyebutkan ada potensi perubahan lapisan tarif dalam beleid yang akan keluar pekan ini. Awalnya, skema tarif progresif akan ditetapkan untuk pembayaran bea keluar. Rencana awal ditetapkan akan berlaku tiga lapis atau tiga pembagian progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral atau smelter yang akan dijadikan acuan menetapkan tarif bea keluar. Namun sesuai dengan kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), maka tarif bea keluar maksimum adalah 10 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan, semakin bagus progres pembangunan smelter maka bea keluar yang dibayarkan semakin kecil. Pembagian progres yang dimaksud yakni nol hingga 5 persen, 5 hingga 7,5 persen, dan di atas 7,5 persen. Suahasil memisalkan, bila progres pembangunan smelter berhasil berjalan dilakukan dalam rentang nol hingga 7,5 persen maka bisa dikenakan tarif bea keluar 7,5 persen.