EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah pada hari ini, Jumat (10/2). Rupiah tercatat melemah 30 poin atau 0,22 persen ke level Rp 13.325 per dolar AS.
Namun, pada pukul 09.07 WIB, laju rupiah perlahan menguat hingga ke level Rp 13.312 per dolar AS. Laju rupiah hari ini diperkirakan masih melanjutkan penguatan, seiring dengan penguatan dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rentang gerak hari ini berada di kisaran Rp 13.305-Rp 13.331 per dolar AS. Sebelumnya pada perdagangan Kamis (9/2), rupiah ditutup menguat mencapai Rp 13.295 per dolar AS.
Analis Senior Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada mengatakan, penilaian Moody’s mampu membuat Rupiah melonjak membalikan posisinya dari sebelumnya yang cenderung masih melemah. "Sentimen positif ini tentu berimbas baik pada rupiah dimana pelaku pasar menilai perekonomian Indonesia kian membaik dan bukan tidak mungkin dapat bertahan di tengah guncangan ekonomi global," ujar Reza, Jumat (10/2).
Menurut Reza, tren rupiah telah mematahkan level resistennya sehingga memiliki peluang untuk dapat melanjutkan pergerakan positifnya. Ditambah lagi dengan adanya sentimen positif dari Moody’s yang diharapkan dapat mempertahankan laju rupiah untuk tetap berada dalam tren penguatannya.
Meski laju dolar AS masih cenderung menguat terhadap euro seiring ketidakpastian politik di Perancis, namun indeks dolar AS di pasar valas Asia masih bergerak turun. "Kondisi ini diharapkan masih dapat memberikan peluang bagi rupiah untuk dapat melanjutkan kenaikannya. Diperkirakan rupiah akan bergerak dengan kisaran pada kisaran support 13.325 dan resisten 13.248," tutur Reza.
Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service memperbaiki Outlook Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari stabil menjadi positif, sekaligus mengafirmasi peringkat pada Baa3 (investment grade) pada 8 Februari 2017. Moodys menyiratkan membaiknya daya tahan ekonomi terhadap tekanan eksternal antara lain, karena orientasi stabilitas makroekonomi dari kebijakan moneter, keberlanjutan reformasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), dan investasi manufaktur domestik untuk mengganti barang impor.