EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berencana membuat program kredit super mikro untuk masyarakat kurang mampu dengan bunga 4,5 persen. Beberapa lembaga keuangan, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD), nantinya dapat menyalurkan pembiayaan tersebut.
Direktur Utama Bank Sumut Edie Rizliyanto menyambut baik program itu. Ia bahkan menyatakan, pihaknya siap menyalurkan kredit super mikro.
Meski begitu, ia mengatakan sebenarnya perbankan lebih senang dengan skema penempatan dana seperti program Kredit Perumahan Rakyat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). "Namun kami siap mendukung rencana pemerintah dengan skema melalui penempatan dana atau subsidi bunga," jelas Edie kepada Republika, Rabu (15/2).
Dirinya pun mengaku punya cara untuk mencegah kredit bermasalah (NPL) meningkat karena program kredit super mikro. Salah satunya dengan bekerjasama dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Sumatra Utara (Hipmi Sumut).
"Khusus Bank Sumut, kami juga punya produk kredit mikro dengan nama kredit SIPP atau Sahabat Insan Pengusaha Pemula, bunganya 6,99 persen. Di sini Hipmi Sumut menjadi bapak angkat. Kerjasama ini merupakan bentuk mengurangi NPL untuk kredit mikro," tutur Edie.
Menurutnya demi kesejahteraan dan kebaikan masyarakat menengah Indonesia BPD harus siap dengan program pemerintah. "BPD siap," tegasnya.
Senada dengan Bank Sumut, Direktur Konsumer Bank Jawa Barat (BJB) Fermiyanti menyatakan akan mendukung program kredit super mikro. Hanya saja menurutnya, perlu ada mitigasi risiko lebih baik dalam penyaluran pembiayaan tersebut.
"Kita mendukung program pemerintah, itu nomor satu. Mitigasi resiko tapi lebih baiklah, karena pasti jumlah nasabahnya banyak tapi mungkin jaminannya tidak ada," ujarnya, Rabu (15/2).
Ia menjelaskan, selama ini terkadang masyarakat menganggap kredit seperti hibah, sehingga membayarnya tidak tepat waktu. Padahal biaya administrasi bank cukup tinggi.
"Belum (biaya untuk) monitoring collection, cukup sedikit tapi effortnya besar. Biasanya untuk kredit rendah ada bantuan dari pemerintah, tapi kita support," ujarnya.
Ia menambahkan, ke depan tinggal dilihat fitur produknya. Fermi menuturkan, agar kredit bermasalah (NPL) nantinya tidak meningkat karena program kredit super mikro, perlu dilakukan daily collection atau pembayaran angsuran setiap hari. Namun ada beberapa kendala untuk melakukannya.
"Biasanya kan angsuran dibayar setiap bulan, itu berat bagi pelaku usaha super mikro. Maka harus didatangi setiap hari, kalau bayar sehari Rp 2.000 kan tidak terasa, tapi jadi mahal bagi pihak bank karena harus ada tenaga tambahan," jelas Fermi.
Sedangkan, pelaku usaha super mikro terlalu sibuk untuk datang dan membayar angsuran ke bank setiap hari, sehingga harus didatangi. "Kalau ditelfon juga nggak aktif kalau nggak didatangi, maka perlu tenaga tambahan. Bank kendala risikonya di situ," tambahnya.
Maka menurutnya, dalam penyaluran kredit super mikro, BPD bisa bekerja sama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ia menjelaskan, selama ini BPR terbiasa menyalurkan kredit dengan nilai Rp 5 juta sampai Rp 10 juta.
"Kita chaneling ke BPR, lalu BPR meneruskan tapi dananya dapat dari bank. Biasanya kan mikro activity areanya di sekitar BPR. Kehadiran BPR itu bagus," tutur Fermi.
Meski begitu, dirinya mengatakan, biayanya bisa mahal karena melibatkan dua lembaga pembiayaan. Ia yakin kredit super mikro bisa dijalankan karena pelaku usahanya banyak.
BJB selama ini telah menyalurkan pembiayaan di bidang UMKM. Dengan bunga di bawah 9 persen. "Kalau ga salah bunganya 8,9 persen," ujarnya.