EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diharapkan dapat mencarikan solusi terkait dengan permasalahan PT Freeport Indonesia. Apalagi, saat ini pemerintah sedang gencar untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia.
"Di satu sisi memang undang-undang minerba mensyaratkan proses hlirisasi, dan saya rasa pemerintah juga sudah memberikan waktu terhadap Freeport untuk memenuhi proses itu dan sekarang ini memang harus dicarikan solusinya," ujar pengamat ekonomi Firmanzah di Kantor Wakil Presiden, Senin (20/2).
Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2017, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 disebutkan bahwa izin ekspor konsentrat akan dibuka jika status izin usaha Kontrak Karya (KK) berubah menjadi IUPK. Freeport Indonesia pada akhirnya mengajukan penggantian izin usaha menjadi IUPK agar bisa melakukan ekspor.
Akan tetapi, Freeport menginginkan adanya kebijakan perpajakan yang sama dengan yang tercantum di dalam kontrak yakni nail down. Freeport enggan mengubah skema perpajakan yang sesuai dengan ketentuan berlaku yakni prevailing.
Belum adanya kepastian tersebut membuat Freeport Indonesia tidak bisa melakukan ekspor, sehingga pengolahan dihentikan sejak 10 Februari 2017 dan ribuan tenaga kerja terancam dirumahkan.
"Jangan sampai juga terkesan kondisi yang terjadi di Papua, tenaga kerja banyak dirumahkan itu menjadi alat penekan pemerintah untuk segera membuat keputusan sesuai kepentingan Freeport," kata Firmanzah.
Pemerintah Indonesia dan para jajaran direksi Freeport diharapkan dapat duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Menurut Firmanzah, permasalahan Freeport ini tidak akan menganggu iklim investasi di Indonesia. Sebab, kepercayaan dunia internasional terhadap perekonomian Indonesia cukup baik.
Selain itu, beberapa lembaga rating internasional juga menaikkan Indonesia ke posisi yang lebih baik. Kepercayaan dunia ini juga didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 lalu yang mencapai 5,02 persen.
Di sisi lain, kondisi fiskal di dalam negeri juga lebih baik dibandingkan dengan periode 2-3 tahun yang lalu. "Jadi saya rasa apetite dunia internasional cukup tinggi di Indonesia," ujar Firmanzah.