EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) terus berupaya mengurangi risiko banjir di Jakarta yang kerap terjadi saat puncak musim hujan. Salah satu upaya yang telah dilakukan yakni melalui normalisasi sungai untuk meningkatkan kapasitas aliran sungai.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Imam Santoso mengatakan kawasan Kampung Pulo, salah satu daerah permukiman langganan banjir yang kini telah ditata setelah normalisasi Sungai Ciliwung. Meski kini air tidak melimpas dari Sungai Ciliwung, tetapi posisinya yang lebih rendah dari sungai, genangan yang ada harus dipompa ke sungai.
"Kami telah memasang lima pompa air di lokasi tersebut. Sementara di seberangnya adalah Kelurahan Bukit Duri yang masih ada dua titik belum terpasang dinding parapet sehingga air masuk ke permukiman warga," ujarnya di Jakarta, Kamis (23/2).
Menurutnya, pada titik pertama, sudah siap dipasang dinding parapet, tetapi karena air masih tinggi, pemasangan dilakukan menunggu air surut. "Peralatan dan material sudah siap, tinggal dipasang blok-blok dinding tersebut. Pengerjaannya dalam waktu tiga hari akan selesai," ujar Imam.
Pada titik kedua, terdapat bangunan mushola yang belum direlokasi sehingga posisinya berada di tengah sungai yang sudah dinormalisasi. "Pemasangan dinding parapet juga akan segera dilakukan karena masyarakat sudah mengizinkan," ujarnya.
Selanjutnya, Jembatan Tongtek di Kelurahan Bukit Duri bagian Sungai Ciliwung yang belum dinormalisasi. Di mana deretan rumah di bantaran sungai yang belum dibebaskan sehingga pelebaran sungai tertunda.
Mulai dari Jembatan Tongtek ke arah hilir sampai perumahan Garuda di sekitar SMAN 8 sepanjang 700 meter belum bisa dilakukan normalisasi, sehingga menjadi salah satu penyebab banjir di Kelurahan Bukit Duri.
Kepala BBWS Ciliwung Cisadane, T. Iskandar menyatakan pemerintah akan melakukan normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 19 km mulai dari Pintu Air Manggarai hingga Jembatan Tol Simatupang. Karena terkendala lahan dan kesiapan Pemprov DKI dalam menyediakan rumah susun bagi warga yang terdampak, normalisasi Sungai Ciliwung baru mencapai 15,4 km. "Ditargetkan sisa 3,6 Km perbaikan alur Sungai Ciliwung bisa selesai pada akhir 2017," ujarnya.
Selain Sungai Ciliwung, Kementerian PUPR juga tengah menyelesaikan normalisasi Sungai Sunter dengan menambah lebar sungai dari enam meter menjadi 18 meter, tetapi terkendala pembebasan lahan, terutama di lahan dekat hulu Kanal Banjir Timur (KBT). Belum tuntasnya normalisasi Sungai Sunter menjadi salah satu pemicu banjir yang terjadi di Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Keberadaan rumah di bantaran sungai menghambat aliran sehingga melimpah ke permukiman warga.
“Prioritas utama kami adalah mendukung sisa 10 persen pembebasan lahan oleh Pemda DKI Jakarta sehingga kapasitas sungai dapat diperbesar yang akan mempercepat aliran air ke KBT," kata Imam.
Total rencana tanggul sepanjang 35,65 km, di mana telah dikerjakan 28,58 km. Kapasitas KBT saat curah hujan tinggi masih memadai, untuk menampung debit air yang masuk dari Sungai Sunter. Selain Sungai Sunter, KBT dengan panjang 23,5 km, juga memotong empat aliran sungai lain yakni Sungai Cipinang, Buaran, Jati Kramat, dan Cakung.
Pemda DKI Jakarta telah melaporkan terdapat 36 bidang tanah yang masih harus dibebaskan untuk penyelesaian normalisasi Sungai Sunter. Jika pembebasan lahan bisa dituntaskan, maka persiapan kontrak untuk pembangunan fisiknya juga dapat dipercepat. Pada tahun 2017 ini, diperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk penyelesaian normalisasi Sungai Sunter adalah Rp 14 milyar.
Sementara untuk penanggulangan banjir yang terjadi di beberapa titik di Jakarta, BBWS Ciliwung-Cisadane telah mengerahkan sejumlah peralatan bantuan berupa perahu karet dan mobil pompa air. “Perahu karet yang kita miliki ada enam buah dan sudah digunakan sebanyak empat buah. Sementara untuk mobil pompa air sebanyak delapan buah sudah kita sebar dan operasikan,” kata Imam.
Ia juga meminta kepada semua Kepala Balai Wilayah Sungai di seluruh Indonesia untuk siaga selama 24 jam selama musim hujan untuk mengantisipasi terjadinya banjir. Selain itu, mereka juga diminta membentuk tim pemantau banjir sebagai upaya peringatan dini bencana banjir. “Kita siapkan peralatan penanggulangan banjir di seluruh wilayah Indonesia,mulai dari pompa air, perahu karet, bronjong, karung pasir dan bantuan lainnya yang diperlukan,” ujar Imam.