EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dna Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni Panggabean mengatakan, tingkat ketimpangan masih cukup tinggi di Indonesia. Rasio gini mengalami stagnasi sejak 2011 di angka 0,4, dan sedikit membaik pada September 2016 di angka 0,39.
Penyebab dari masih tingginya rasio gini tersebut adalah karena akses masyarakat terhadap fasilitas keuangan masih rendah, atau masih tingginya unbank people. Saat ini, fasilitas keuangan hanya 16 kantor per 100 ribu penduduk. Rasio kredit terhadap PDB pun masih 33,6 persen.
''Akibatnya, masyarakat kesulitan menampung aset, habis untuk keperluan sehari-hari,'' kata Eni, dalam Rembuk Republik yang digelar Republika di Museum BI, Jakarta Selasa (28/2).
Meski demikian, Eni menjelaskan, kalau dibandingkan dengan negara berkembang, ketimpangan di Indonesia terbilang tidak buruk meski Indonesia masih kalah dengan Jepang. Negara tetangga Malaysia pun masih tinggi ketimpangan pendapatannya. ''Kita harus perhatikan gini rasio yang semakin meningkat,'' ujarnya.
Republika menggelar Rembuk Republik dengan tema 'Solusi Atas Masalah Ketimpangan Ekonomi' di Museum Bank Indonesia, Selasa (28/2). Rembuk tersebut untuk mencari solusi ketimpangan ekonomi yang terus terjadi di Indonesia.
''Rembuk Republik ini akan mencoba mencari solusi, bukan mencari siapa yang salah atau benar akan persoalan kesenjangan ekonomi ini,'' kata Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi, saat membuka acara Rembuk Republik, Selasa.
Irfan menegaskan, acara ini membahas hal -hal yang sifatnya solutif. Menurutnya, Republika punya kewajiban untuk menyelesaikan persoalan kesenjangan yang ada. Karena, kata dia, tidak adil jika persoalan bangsa hanya diserahkan kepada pemerintah.
Hasil dari Rembuk ini nantinya akan dikumpulkan dan diorganisasi, lalu dipublikasikan kepada publik dan diserahkan kepada media. ''Rencananya kita mengelar satu bulan sekali minimal, tujuannya untuk memberikan solusi bagi bangsa ini,'' ujarnya.