EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menemukan adanya korelasi antara bantuan tunai yang diberikan pemerintah pada masyarakat miskin terhadap meningkatnya angka pembelian rokok dan es krim. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eny Panggabean, temuan tersebut didapatkan dari hasil survei yang dilakukan BI bekerja sama dengan Bank Dunia empat tahun lalu.
"Kalau sekarang sulit terjadi karena bantuan bentuknya sudah banyak yang nontunai sehingga hanya bisa digunakan untuk beli beras, gula dan minyak goreng," ujarnya, saat menjadi panelis dalam acara Rembuk Republik di Museum Bank Indonesia, Selasa (28/2).
Karenanya, Eny mendorong pemerintah mempercepat pendistribusian program bantuan sosial (bansos) nontunai melalui kartu-kartu elektronik yang bisa digunakan sebagai alat transaksi sekaligus tabungan. Sebab, program bantuan nontunai dapat mengubah kultur di masyarakat yang biasanya langsung membelanjakan sampai habis dana bantuan, kini mereka dilatih untuk berbelanja sesuai kebutuhan.
Eny menyebut, sekitar 25 persen penerima bantuan sosial menyisakan uangnya di tabungan meski masih dalam jumlah yang sedikit. Artinya, semangat menabung di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah mulai terbentuk.
Ia memaparkan, sejumlah studi menunjukkan ada korelasi antara akses perbankan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Salah satunya dalam studi yang dilakukan ADB pada 2015 menyimpulkan bahwa keuangan inklusif secara signifikan dapat mengurangi kemiskinan dan terbukti dapat menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan di kawasan Asia.
BI mencatat, saat ini masih ada sekitar 64 persen masyarakat yang belum memiliki akses ke perbankan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan BI, rasio ketersediaan kantor bank di masyarakat juga masih rendah, yakni 16 kantor per 100 ribu penduduk.
Sementara rasio kredit terhadap PDB hanya 35,6 persen. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan rasio kredit terendah di Asia Tenggara.