EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diharapkan mendorong wakaf tunai sebagai salah satu instrumen keuangan syariah. Apalagi mengingat potensinya yang sangat besar. Kendati begitu, saat ini masyarakat masih banyak yang berwakaf dengan cara tradisional.
Ahli Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Mustafa Edwin Nasution menjelaskan, wakaf sudah masuk ke Indonesia seiring dengan masuknya islam. Meski sudah memasuki zaman modern, akan tetapi masyarakat secara umum masih berwakaf dengan cara tradisional.
"Namun, wakaf di Indonesia saat ini masih lebih banyak harta wakaf tidak bergerak, khususnya tanah yang dibangun musola, kuburan dan kegiatan pendidikan. Jadi bicara wakaf di Indonesia adalah ukuran musholla," ujar Mustafa, Selasa (28/2).
Adapun di zaman modern, kata Mustafa, seharusnya masyarakat berwakaf secara tunai. Wakaf tunai di Indonesia baru dimulai secara legal sejak diresmikan dalam UU Wakaf No 41 tahun 2004. Kendati begitu, menurutnya hingga saat ini masih banyak masyarakat yang tidak memanfaatkannya.
"Walau UU wakaf sudah lama, tapi mengubah mindset masyarakat dari yang wakaf tanah dan bangunan menjadi tunai masih susah," kata Mustafa.
Padahal menurutnya, potensi wakaf yang luar biasa bisa diwujudkan dalam kegiatan wakaf uang. Keunggulan wakaf tunai, yakni memungkinkan segenap lapisan masyarakat untuk berwakaf. Karena prosesnya yang relatif mudah dengan hanya membayarkan uang tunai. "Ini potensi yang tak terhingga, zero cost of fund," imbuhnya.
Saat ini ia menilai masyarakat belum banyak yang sadar wakaf. Menurutnya, syarat utama keberhasilan masyarakat yang sadar wakaf yakni nazhir profesional dan jaringan bisnis yang kuat. Sehingga diharapkan pemerintah dapat segera mendorong sosialisasi wakaf, apalagi dengan wacana pembentukan bank wakaf ventura.
"Dari 20 juta WNI berwakaf Rp 5.000-Rp 10.000 setahun bisa terkumpul Rp 3 triliun, jadi potensi luar biasa. Kalau uang terkumpul maka bisa zero cost of fund. Maka diharapkan yang sudah berwakaf bisa mengajak yang lainnya untuk berwakaf," tutur Mustafa.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungky Sumadi sebagai perwakilan dari Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menegaskan bahwa sosialisasi dan edukasi keuangan syariah akan semakin digencarkan saat KNKS mulai beroperasi pada pertengahan tahun ini. Salah satu sosialisasi dan edukasi yang akan digencarkan adalah mengenai potensi wakaf dan bagaimana pemanfaatannya.
Pungky menuturkan, konsep wakaf uang sudah lama muncul namun tidak sepenuhnya terlaksana. Sebelumnya wakaf uang yang terkumpul dalam 15 tahun hanya Rp 300 juta. Namun BNI Syariah dalam waktu tiga bulan dapat menghimpun wakaf tunai sebesar Rp 3,2 miliar melalui Program Wakaf Hasanah. BNI Syariah merupakan satu-satunya bank syariah yang menerapkan program ini.
"Jadi perlu governance dan advokasi baru untuk wakaf uang. Gimana penerapannya di sektor riil. Jadi menggunakan pendekatan baru untuk bisa mendorong wakaf uang,"tutur Pungky, merujuk pada penerapan program Wakaf Hasanah BNI Syariah.
Ke depannya, kata Pungky, KNKS akan meningkatkan kualitas pendidikan ekonomi syariah di Indonesia sehingga potensi keuangan syariah dapat dimanfaatkan dengan baik. Apalagi saat ini terdapat sebanyak 128 perguruan tinggi yang telah mengajarkan ekonomi syariah.
"Ilmu ekonomi syariah ini harus diperdalam. Karena potensi kembangkan ekonomi Islam untuk mencapai SDG (Sustainable Development Goals) sangat luas," katanya.