EKBIS.CO, MATARAM -- Pemerintah mendorong adanya alih profesi nelayan menuju industri perikanan yang mempertimbangkan aspek lingkungan. Alih profesi yang dimaksud, dari nelayan yang sebelumnya memanfaatkan benih lobster sebagai komoditas yang dijual, menjadi nelayan yang bergerak di perikanan tangkap.
Peralihan profesi ini sebetulnya buntut dari pemberlakuan Permen KP Nomor 56/PermenKP/2016 tentang Larangan Penagkapan Lobster dan/atau pengeluaran lobster kepiting, dan rajungan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto menjelaskan, penangkapan komoditas perikanan yang mempertimbangkan aspek lingkungan perlu dilakukan demi menjaga kelestarian produk yang dieksploitasi. Seperti di Perairan Teluk di NTB misalnya, yang merupakan aset terbesar sumberdaya lobster di dunia.
Slamet menyebutkan, di perairan Teluk, NTB terdapat jouvenil (benih) lobster dari Perairan Australia dan Philipina yang bermigrasi. Lokasinya pun tersebar di beberapa Teluk di Lombok ini seperti Teluk Bumbang, Teluk Awang, Teluk Grupuk, dan Srewe.
"Artinya apa yang kita rasakan saat ini tidak boleh mengorbankan jatah sumberdaya untuk generasi kita yang akan datang, apalagi saat ini pemanfatan sumberdaya cenderung eksploitatif," ujar Slamet, Jumat (24/3).
Slamet menyebutkan, Lobster merupakan komoditas ekonomis tinggi namun keberadaannya cenderung menunjukkan penurunan ketersediaan stock di alam. Secara ekonomi, lanjutnya, menjual benih lobster memiliki nilai tambah lebih rendah dibandingkan dengan menjual lobster ukuran lobster konsumsi, apalagi penengkapan benih lobster akan mengancam hilangnya nilai ekonomi sumberdaya lobster yang ada.