EKBIS.CO, YOGYAKARTA --- Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan di lahan gambut. Terkait hal ini, Kementan menggelar Fokus Grup Diskusi (FGD) di Yogyakarta, Kamis (6/4) dengan tema “Pengelolaan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Lahan Gambut” yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan PP 57/2016 tentang perubahan atas PP 71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Hadir pada FGD ini Dirjen Perkebunan Kementan, Bambang, Staf Ahli Menteri Pertanian, Mukti Sardjono, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur, Ani Andayani, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Bioindustri, Gardjita Budi, Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis dan Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani, Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, akademisi IPB, akademisi UGM, Perhimpunan Agronomi Indonesia, dinas perkebunan provinsi dan para pelaku usaha kelapa sawit.
Dalam sambutannya sebagaiman rilis yang diterima Republika, Dirjen Perkebunan Kementan Bambang mengungkapkan, saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terluas di dunai yakni 11,9 juta ha dengan produksi 33,2 juta ton CPO. Ekspor CPO dan turunannya mencapai 28 juta ton, nilainya 19 miliar dolar AS atau sekitar Rp 249 triliun. Bahkan, ekspor ini melampaui nilai ekspor minyak dan gas bumi.
“Prestasi ini harus dipertahankan bahkan ditingkatkan produksi kelapa sawit melalui pengelolaannya secara berkelanjutan di lahan gambut. Selain itu, peningkatan produksi kelapa sawit harus juga dilakukan melalalui replanting. Sampai saat ini potensi perkebunan kelapa sawit yang perlu direplanting 2,4 juta hektare,” ungkapnya.
Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Mukti Sardjono menambahkan pengelolaan kepala sawit berkelanjutan sangat memerlukan pemahaman yang holistik. Hal ini penting agar tidak menimbulkan permasalahan di bidang ketahanan pangan, ekonomi, kerawanan sosial bahkan politik terutama di kawasan budidaya.
“Seperti kita ketahui bersama, saat ini kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai sumber penghidupan masyarakat dan devisa negara. Pemahaman yang menyeluruh diperlukan, agar pengelolaan berkelanjutan atau tidak menimbulkan masalah di berbagai bidang,” demikian ungkapnya.
Mukti menjelaskan perubahan PP 71/2014 menjadi PP 57/2016 secara substansial mengatur Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya. Namun, menurutnya, perubahan tersebut belum menjawab semua persoalan pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya berkelanjutan baik yang diusahakan oleh perusahaan maupun petani pekebun.
“Upaya konservasi sangat diperlukan tetapi potensi budidaya berkelanjutan juga diperlukan mengingat kelapa sawit juga telah sekian lama dikembangkan di lahan gambut dan telah memberikan manfaat sumber pendapatan yang utama bagi masyarakat dan negara,” jelasnya.
Untuk diketahui, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 11,3 juta ha, sekitar 41 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat. Pengusahaan kelapa sawit menyerap lebih dari 5,5 juta tenaga kerja di sektor on farm. Produksi tahun 2015 sebesar 29,34 juta ton CPO, Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia dan dengan Malaysia saat ini menguasai sekitar 85 persen produksi minyak kelapa sawit dunia. Pendapatan devisa ekspor 2015 mencapai 18 miliar dolar AS atau sekitar Rp 234 triliun.
“Ini menunjukkan kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Untuk itu, pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan dilahan gambut dapat dilaksanakan sesuai dengan PP Nomor 57 Tahun 2016 dan kelapa sawit semakin memberikan kontribusi sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, bangsa dan negara tercinta Indonesia,” tambah Mukti.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis dan Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani menegaskan untuk mewujudkan pengelolaan lahan gambut untuk kelapa sawit harus dilakukan secara bijaksana. Sebab, kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang memiliki daya saing tinggi.
“Selain itu, mewujudkan pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan harus memastikan bahwa regulasi atau kebijakan yang ada tidak mempersulit pengelolaan lahan gambut dan sinkron antara satu dengan lainnya,” kata Achmad Mangga Barani yang merupakan Mantan Dirjen Perkebunan.