EKBIS.CO, JAMBI – Wakil Gubernur Jambi, Abdullah Sani menjelaskan bahwa luas wilayah Provinsi Jambi ± 5.343.500 hektar (ha) yang terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota, dari luas tersebut ± 36,18 % lahan perkebunan (1.933.322 ha).
Dari angka tersebut terdapat 20 tanaman perkebunan yang terdapat di Provinsi Jambi dan telah memberikan kontribusinya terhadap perekonomian masyarakat. Dari 20 tanaman tersebut, ada 7 komoditi utama perkebunan di Provinsi Jambi, yaitu kelapa sawit, karet, kelapa dalam, kopi, cassiavera, pinang dan tebu, dan 7 komoditas tersebut seluas 1.924.910 ha.
”Dalam hal ini peran sub sektor perkebunan bagi perekomian rakyat sangat besar karena 73 % dari 7 komoditi unggulan tersebut merupakan tanaman perkebunan rakyat, hanya 27 % tanaman milik perusahaan perkebunan,” ungkap Abdullah saat membuka Indonesian Palm Oil Smallholders (IPOSC) yang ketiga dengan tema Optimalisasi Sawit Rakyat Sebagai Penghasil Devisa di Pusaran Tata Kelola Sawit Berkelanjutan, yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jambi, Selasa (28/11/2023).
Sehingga dalam hal ini, lanjut Abdullah mengungkapkan, pemerintah Provinsi Jambi memandang Sub Sektor Perkebunan sebagai prioritas utama, karena berkontribusi 17,8% terhadap PDRB Provinsi Jambi dengan nilai Rp37 trilliun.
“Kita telah mengekspor komoditas perkebunan dengan negara tujuan Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Negara Semenanjung Arab, dengan nilai total ekspor Rp1,9 trilliun untuk 24 variasi komoditas, yang menempatkan Provinsi Jambi sebagai provinsi dengan nilai ekspor komoditi perkebunan terbesar nomor 3 di Indonesia,” ungkap Abdullah.
Abdullah berharap prestasi ini sebagai pemicu agar dapat berbuat lebih baik lagi. Pemerintah Provinsi Jambi akan mengambil langkah kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkannya, salah satunya dengan penerapan secara maksimal Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 19 Tahun 2019 yang mengatur tata niaga komoditi perkebunan.
“Melalui Perda ini, kita mengharapkan agar pekebun mendapat nilai tambah dan posisi tawar yang lebih baik, guna meningkatnya kesejahteraan pekebun di Provinsi Jambi,” harap Abdullah.
Tidak hanya itu, Abdulah juga menghimbau adanya kemitraan yang sejajar antara perusahaan dan pekebun atau petani guna mengembangkan proses refleksi diri, meningkatkan proses penguatan kemampuan, dan proses pengembangan modal sosial. Harapannya mitra tersebut menjadi komunitas yang komunikatif, untuk usaha perkebunan yang tumbuh secara alami, dan dalam proses perjalanannya akan berkembang menjadi lembaga yang solid dan harmonis karena dirajut oleh modal sosial serta mampu mensinergikan kekuatan seluruh pelaku kemitraan.Seperti diketahui bahwa di Jambi ini perusahaan perkebunan kelapa sawit ada 186 perusahaan
“Kita harus dapat menjadikan kegiatan ini sebagai momentum dan wahana dalam berkiprahnya stakeholder perkebunan untuk meningkatkan pengabdian dan peran dalam pembangunan perkebunan, serta sebagai forum konsolidasi untuk mensinergikan berbagai sumber daya yang kita miliki untuk dikerahkan dalam membangun perkebunan guna terwujudnya Provinsi Jambi yang MANTAP (Maju – Aman – Nyaman – Tertib - Amanah dan Profesional) dibawah Ridho Allah SWT,” tegas Abdullah.
Selain itu, menurut Abdullah, antara petani, pengusaha (Perusahaan) serta pemerintah harus bisa bersinergi agar bisa mewujudkan komoditas kelapa sawit yang baik.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Dewan Pembina Persatuan OrganisasiPetani Kelapa Sawit Indonesia (POPSI), Gamal Nasir bahwa sinergisitas itu penting untuk memajukan petani kelapa sawit yang luasannya tidaklah kecil.
Terbukti, saat ini dari luas perkebunan kelapa sawit yang saat ini mencapai sekitar 16,3 juta ha, luas perkebunan milik petani mencapai sekitar 6,1 juta ha yang terdiri dari petani plasma atau kemitraan dan swadaya atau mandiri. Dari angka tersebut bisa menggerakkan ekonomi nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Tahun 2021 merupakan tahun dimana ekspor minyak kelapa sawit (CPO atau crude palm oil dan turunannya) mengalami kenaikan paling tinggi selama kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu sebesar USD27,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 58,79 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Maka dalam hal ini petani ikut berkontribusi terhadap pendapatan negara,” jelas Gamal.
Di sisi lain, Gamal pun berharap petani bisa fokus pada peningkatan produktivitas TBS (tandan buah segar), sehingga dengan meingkatnya pendapatan bisa mempunyai saham di perushaan atau pabrik kelapa sawit (PKS). Hal ini penting agar petani merasa memiliki perushaan sehingga petani bisa termotivasi untuk bisa menjaga pasokan sesuai keinginan perusahaan. “Sebab petani untuk mendirikan pabrik sangatlah berat,” risau Gamal.
Tidak hanya itu dengan kemitraan yang kuat anatar perusahaan dengan petani maka bisa meingkatkan produktivitas petani. Seperti diketahui bahwa pola budidaya yang diterapkan antara perusahan dengan petani berbeda, alhasil produktivitasnya pun berbbeda.
“Coba kita lihat produktivitas petani rata-rata hanya 10 ton TBS/ha/tahun. Tapi perushaan bisa menembus antara 18 sampai 20 ton tbs/ha/tahun. Dengan kemitraan yang kuat maka bisa meningkatkan kproduktivitas yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan petani,” jelas Gamal.
Sementara itu, Ketua POPSI, Pahala Sibuea pun membenarkan bahwa dengan meningkatkan produktivitas sama dengan meningkatkan ekonomi petani. Untuk itulah diperlukan dukungan serta kerjasama yang baik antara petani dengan perusahaan melalui kemitraan yang didukung oleh pemerintah.