Jumat 07 Apr 2017 20:12 WIB

Pemerintah Sisir Komoditas Ekspor yang Dipermasalahkan AS

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menindaklanjuti tudingan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait praktik kecurangan dalam perdagangan. Indonesia langsung menjadi sorotan lantaran masuk dalam daftar 16 negara yang tahun 2016 lalu menempatkan AS dalam defisit perdagangan barang.

Selain Indonesia, investigasi AS atas dugaan kecurangan perdagangan akan dilakukan terhadap Cina, Jepang, Jerman, Meksiko, Irlandia, Vietnam, Italia, Korea, Malaysia, India, Thailand, Prancis, Swiss, Taiwan, dan Kanada. Laporan Omnibus akan diterbitkan 90 hari setelah perintah eksekutif Trump terbit pada 31 Maret 2017 lalu.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, pemerintah akan menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Sembari menunggu, pemerintah Indonesia akan ikut menyisir komoditas apa saja yang diekspor ke AS sehingga menyulut munculnya tudingan Presiden Trump bahwa defisit perdagangan AS yang mancapai rata-rata 500 miliar dolar AS per tahun disebabkan praktik curang seperti dumping. Praktik ini kemudian sempat disikapi pemerintah AS dengan menerapkan Countervailing Duties (CVD) atau bea masuk sebagai kompensasi atas dugaan curang yang dilakukan oleh negara asal impor.

"Kita belum tahu bagaimana analisis mereka. Tiga sampai empat tahun terakhir Indonesia surplus mungkin 8,5 miliar dolar AS per tahun. Yang perlu juga diperhatikan, itu juga hanya perdagangan barang," ujar Darmin di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (7/4).

Darmin menjelaskan, hubungan dagang antara Indonesia dengan AS tak hanya terbangun oleh perdagangan barang. Ia menyebutkan, hubungan kedua negara juga didorong oleh perdagangan jasa, investasi, pengiriman profit dan sejumlah kerja sama lain di luar perdagangan. Artinya, kata Darmin, kondisinya bisa saja berbalik surplus bagi AS bila seluruh komponen penyusun perdagangan antara kedua negara digabungkan. "Itu ya kita tentu saja akan kembangkan juga pendekatan itu dalam anti komunikasi dengan pemerintah AS. Kita akan mempelajari apa saja yang membuat AS mempermasalahkan Indonesia," kata Darmin.

Apalagi, Darmin menegaskan bahwa Indonesia masih meyakini prinsip imbal balik dalam menjalin kerja sama antara dua negara. Artinya, bila AS memiliki keberatan dalam hubungan dagang dengan Indonesia, begitu pula Indonesia juga memiliki keberatan di beberapa sisi. "Itu kan dia bikin kebijakan dia kenapa kita mesti apa, kita anggap ya kalau hubungan yang sehat adalah hubungan timbal balik," ujar Darmin.

Badan Pusat Statistik (BPS), melalui data statistik pemerintah AS, mengungkapkan bahwa neraca dagang AS memang selalu mengalami defisit dalam satu dekade terakhir. Pada 2000 silam, defisit perdagangan AS tercatat hingga 478 miliar dolar AS. Selama lima tahun kemudian, pada 2005, defisit tercatat hingga 828 miliar dolar AS. Pada 2010 defisit perdagangan AS menyentuh 690 miliar dolar AS. Sedangkan pada 2015 lalu defisit perdagangan AS sebesar 502 miliar dolar AS.

BPS juga merangkum, nilai ekspor Indonesia ke AS di awal tahun ini menyentuh 2,79 miliar dolar AS. Kementerian Perdagangan mencatat, komoditas terbesar yang diekspor Indonesia ke AS adalah CPO, udang, kopi, tekstil, produk tekstil, dan alas kaki.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement