EKBIS.CO, JAKARTA -- Peran keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM) di tanah air selama ini dirasakan mampu menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat dan mengurangi tingkat kesenjangan sosal. Namun sangat disayangkan selama ini optimalisasi terhadap program–program keuangan mikro pemberdayaan ekonomi bagi perempuan sangat minim.
Padahal dalam penelitian dan kajian selama ini terkait tingkat kehati-hatian (prudent) perempuan dalam pengelolaan keuangan sangat tinggi sekali. Maka sangat penting melakukan konstruksi arah pembangunan microfinance di Indonesia kedepan dengan fokus dalam optimalisasi micro finance berbasis perempuan. Pernyataan ini dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) Agus Yuliawan, berdasarkan rilis yang diterima republika.co.id, Jumat (21/4).
Lebih jauh, Agus mengatakan, selama ini ada beberapa faktor yang selama ini menjadi kendala bagi microfinance di Indonesia enggan dan fokus pada isu perempuan. Pertama, dari segi kelembagaan dan orientasi bisnis tidak memiliki porsi tersendiri terhadap keperpihakan dalam pemberdayaan perempuan. Kedua, tidak punya kreatifitas secara inovasi financial engineering dalam membidik segmentasi perempuan sebagai sebuah potensi ekonomi dalam microfinance.
Ketiga, persepsi sosial budaya masyarakat yang sebagian besar masih menganggap perempuan bukan aktor utama pelaku ekonomi menjadikan orentasi microfinance berbasis perempuan minim program.“Maka sekali lagi sangat penting bagi microfinance di Indonesia melakukan rekonstruksi ulang program dalam mengoptimalisasi microfinance berbasis perempuan,”paparnya.
Progres microfinance berbasis perempuan tiap tahun sangat menarik diamati, apalagi dalam kajian yang dilakukan di Induk BTM melihat ada antusias yang tinggi bagi perempuan untuk mendukung keluarga dalam pengembangan ekonomi. Seperti yang di Jawa Timur dilakukan oleh koperasi Aisyiyah telah mampu membentuk struktur kelembagaan koperasi merata disemua kabupaten dengan basis pemberdayaan perempuan hal ini menjadikan kontribusi yang nyata bagi peran pemberdayaan perempuan Indonesia.
Hal yang sama juga di provinsi Lampung, dari data yang diperoleh di BTM Lampung menyebutkan 90 persen dari anggota yang mengakses pembiayaan yang dimiliki oleh BTM tersebut adalah kaum perempuan. Begitu juga di Jawa Tengah yang merupakan komunitas nelayan di Pantai Utara, banyak BTM – BTM memiliki program sepisifik dalam produk – produk pembiayaan kepada para perempuan. Mereka melakukan semua itu karena ada ceruk menarik yang bisa di eksplore lebih jauh dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Untuk mengoptimalisasi microfinance berbasis perempuan, Agus berharap agar microfinance di Indonesia memanfaatkan peran dari sebuah riset yang selama ini aktif dilakukan oleh lembaga akademisi. Dari beberapa karakter – karakter riset selama ini menunjukkan indikator yang positif dimana perempun minim terjadinya kredit macet atau non performing loan. Hal ini tidak lepas dari berbagai sudut pandang dan karakter yang dimiliki oleh perempuan dalam pengelolaan ekonomi.