EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan percepatan digitalisasi menjadi tantangan dalam pengambilan kebijakan, akademisi, dan pebisnis.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Konferensi Internasional 17th Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) dan Call for Papers dengan tema “Synergy and Innovations in Strengthening Resilience and Economic Revival" di Bengkulu yang dipantau secara virtual, Jakarta, Sabtu (16/9/2023).
“Kami memiliki konektivitas pembayaran regional. QR (Quick Response) kita terhubung ke Thailand, ke Malaysia, sebentar lagi ke Singapura, sebentar lagi ke Filipina. Jadi, kemana pun kita pergi, kita hanya menggunakan ponsel untuk bertransaksi. Kami juga sudah melakukan konsolidasi dalam sistem pembayaran dan digital,” ujar dia.
Di samping itu, percepatan digitalisasi turut mempengaruhi perkembangan perusahaan rintisan (start-up) di berbagai bidang.
Saat dirinya mengajar di salah satu universitas dan bertanya kepada mahasiswa baru terkait siapa yang bercita-cita menjadi profesor atau dosen, Perry mengatakan bahwa hanya ada sedikit yang mengangkat tangan.
“Terbatas sekali mahasiswa kita mau jadi dosen, mereka ingin menjadi pengusaha, start-up, mendirikan start-up, SMEs (Small & Medium-Sized Enterprises). Mereka ingin cepat kaya. Jadi, start-up akan (berkembang) di masa yang akan datang,” ucap Gubernur BI.
Perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) juga memberikan tantangan dalam dunia akademisi mengingat proses menulis skripsi, tesis, atau semacamnya, dapat mengandalkan AI.
“AI tidak hanya mengubah cara bisnis memasuki ritel, tetapi juga dalam penyampaian pengajaran akademis, menulis tesis,” katanya.
Di luar itu, AI juga hadir di layanan keuangan digital yang memudahkan masyarakat dalam melakukan interaksi dengan sistem keuangan, sehingga mereka dapat melakukan transaksi keuangan, mengelola asuransi, hingga merencanakan pensiun secara online.
Artinya, digitalisasi tidak hanya mengubah pengambilan keputusan ekonomi dan keuangan dari sistem pembayaran lintas batas, tetapi juga memperkenalkan start-up, AI, serta transformasi layanan keuangan digital.
“Bagi akademisi, bagaimana kita bisa mengajarkan perbankan dan keuangan secara digital? Masihkah (relevan prinsip-prinsip dasar) perbankan dan keuangan? Ketika AI diperkenalkan dalam layanan keuangan digital, apakah kita masih percaya pada keuangan mikro yang merupakan faktor fundamental perbankan (konvensional) seperti (konsep-konsep) penawaran dan permintaan, perantara, dan risiko? Ini adalah era yang sangat baru dan digitalisasi yang sangat cepat,” ungkap Perry.