EKBIS.CO, SUMENEP -- Pencapaian swasembada pangan tak hanya ditentukan ketersediaan infrastruktur dan input pertanian. Hal terpenting adalah daya dukung lingkungan pertanian itu sendiri. Daya dukung lingkungan penting dalam kondisi baik karena rusaknya lingkungan pertanian bisa menyebabkan peningkatan serangan hama penyakit yang berujung pada kegagalan produksi.
Dalam satu dasawarsa terakhir serangan hama penyakit di pertanian terus terjadi dan turut mempengaruhi produksi pangan nasional. Data Klinik Tanaman IPB menunjukkan setidaknya ada 5 hama penyakit utama yang ada karena dipengaruhi rusaknya lingkungan pertanian. Hama penyakit tersebut antara lain wereng, walang sangit, ulat penggerek, keong mas dan tikus.
Problematika inilah yang menjadi latar belakang diselenggarakannya seminar nasional dan pelatihan tentang pengelolaan agroekositem sehat dan berkelanjutan yang digelar oleh Gerakan Petani Nusantara (GPN), Universitas Wiraraja dan didukung oleh Komando Armada Timur (Koamartim) di Auditorium Universitas Wiraraja, Sumenep, Jawa Timur, Sabti (22/4).
Menurut Dr Gatot Mudjiono, dosen Universitas Brawijaya, budidaya pertanian tak bisa dipisahkan dari sikap dan perilaku serta kondisi lingkungan pertanian. Kerusakan lingkungan pertanian bukanlah sebab tapi akibat. Situasi demikian lahir karena perlakuan kita terhadap lingkungan negatif.
“Tidak mengherankan jika lingkungan pertanian makin rusak, kalau kita masih tidak mengindahkan keseimbangan alam. Penyemprotan pestisida di luar batas, penggunaan input pertanian kimiawi di luar aturan menjadi hal yang biasa,” tegas Gatot.
Perbaikan kondisi lingkungan pertanian perlu dilakukan segera dan dimulai dari pemahaman dan perubahan perilaku petani. Karenanya, penguatan kapasitas petani menjadi syarat wajib. Salah satu yang bisa didorong adalah model pengendalian hama terpadu (PHT). Dengan sekolah lapang ini petani bisa mengalami langsung dan berubah perilakunya.
Sementara itu Dr. Widodo, Direktur Klinik Tanaman IPB, mengatakan bahwa kesehatan tanah menjadi komponen penting dari kesehatan lingkungan pertanian secara keseluruhan. Kesehatan tanah harus dijaga dengan cara menjaga kehidupan mikroba tanah.
“Sudah saatnya kita lebih peduli terhadap tanah tempat kita berbudidaya. Tanah kita itu hidup dan harus dihidupi. Terpeliharanya kehidupan mikroorganisme dalam tanah menjadi kunci. Salah satu cara yang mudah dilakukan adalah dengan mengurangi input kimiawi sitetis yang merusak dan menambahkan bahan organik lebih banyak, salah satunya dari jerami," ucap Widodo.
Dr Suryo Wiyono, Kepala Departemen Pertanian IPB, dalam seminar ini menyampaikan perlakuan lingkungan pertanian harus dilakukan dalam kerangka yang utuh. Pendekatan biointensif bisa menjadi pilihan. Dengan pendekatan ini akan terjadi perbaikan lingkungan pertanian, sifat fisik dan kimia tanah membaik, keragaman serangga dan mikroba meningkat dan mikrobakteri di tanah makin banyak.
“Dengan pendekatan ini, percobaan yang dilakukan di Karawang dan beberapa kota lain menunjukkan peningkatan produksi sekurangnya sepuluh persen. Model ini juga memungkinkan kondisi pertanian yang sehat, petani meningkat pendapatnnya," ucap Suryo menegaskan.