EKBIS.CO, JAKARTA -- Kegiatan pengumpulan dana masyarakat untuk sosial (filantropi) secara online mulai bersemi di Tanah Air. Padahal biasanya urusan duit ini terbilang sensitif bagi masyarakat Indonesia.
Kesadaran munculnya kekuatan platform daring untuk beragam aktivitas, ternyata mampu menjadi alternatif kegiatan filantropi. Bahkan penggunaan platform tidak hanya dilakukan untuk menjaring lebih banyak donatur, tapi juga idealnya digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi program itu sendiri.
"Dalam kegiatan konservasi, kami sudah lama memanfaatkan teknologi, termasuk teknologi komunikasi dan informasi. Penggunaannya merata dalam beragam aktivitas organisasi, terutama yang melibatkan stakeholders secara luas" ujar Dini Indrawati Septiani, associate director of philanthropy lembaga nonprofit internasional yang bergerak di bidang lingkungan dan konservasi alam.
Sejak 2015, Dini dan lembaganya menjaring donatur dari beragam latar belakang dan negara untuk mendukung program konservasi alam di 69 negara, termasuk Indonesia. Saat ini di organisasi lingkungan hidupnya, ada program community development untuk 600 desa hingga 2020.
Program tersebut termasuk di dalamnya pendidikan dan kesehatan, sehingga di satu desa membutuhkan waktu sekitar tiga tahun. Dengan target begitu besar dan jangka waktu singkat, maka mengoptimalkan penggunaan teknologi digital adalah salah satu kunci sukses organisasinya.
Lulusan Master Psikologi Intervensi Sosial jebolan Universitas Indonesia ini menyatakan kemajuan teknologi komunikasi berdampak luas dan positif untuk mengampanyekan pentingnya konservasi lingkungan hidup dalam bentuk tindakan kesukarelaan.
"Jika kita sudah mampu mengintervensi dan membangun kesadaran publik akan pentingnya perlindungan lingkungan dan bersikap terhadap hal tersebut, terbuka beragam cara unuk mendapatkan dukungan pendanaan, temasuk melalui platform donasi online," jelas Dini, dalam keterangan pers, Senin (24/4).
Menurut dia, pemanfaatan teknologi digital untuk kegiatan sosial dan lingkungan adalah suatu keharusan. Mengingat revolusi digital sudah merasuki hampir semua kalangan di Indonesia, termasuk bawah sekalipun. Dia pun percaya, digitalisasi bisa sangat membantu kesuksesan program sosial di masyarakat. "Ironi, jika kita tidak memanfaatkan kemajuan teknologi demi menunjang kegiatan sosial," ujar Dini
Tengok saja Kitabisa.com, situs penggalangan dana dan donasi secara daring yang dirintis sejak 2013. Per April tahun ini, dana yang dikumpul Kitabisa.com dari publik mencapai Rp 100,16 miliar. Dana tersebut berasal dari 4.707 kampanye/proposal dan 275 ribu donatur.
"Pada periode 2015-2016, Kitabisa tumbuh 800 persen. Ini di luar ekspektasi dan lebih tinggi dari prediksi kami," ujar Alfatih Timur, chief executive officer (CEO) Kitabisa.com.
Pesatnya pertumbuhan penggalangan dana di situsnya antara lain didorong tren digital di kalangan generasi Y atau milenial Indonesia. Ini akan semakin besar dan masif, lantaran dibarengi dengan lahirnya generasi belanja daring yang didorong booming-nya situs belanja online (e-commerce).
Prediksi Alfatih, generasi belanja daring akan melakukan donasi juga secara online. Maka itu, potensi penggalangan dana publik baik untuk tujuan sosial maupun usaha (crowdfunding) sangat besar di Tanah Air. Apalagi sebuah survei internasional menyebutkan, Indonesia masuk kelompok lima negara dengan filantropi terbesar di dunia.
Dompet Dhuafa Republika (DD), yang lebih berpengalaman mengelola dana umat sejak 1994, juga mengalami perkembangan yang semakin besar berkat pemanfaatkan teknologi internet serta praktik penggalangan dana yang baik.
Laporan keuangan Yayasan Dompet Dhuafa Republika 2015, penerimaa dana umat mencapai Rp 276,5 miliar. Zakat menjadi penerimaan terbesar, yakni Rp 147 miliar. Disusul infak terikat Rp 44,5 miliar dan infak Rp 37 miliar.
Dari penerimaan itu, total penyalurannya Rp 269 miliar. Yang terbesar untuk program kesehatan Rp 56 miliar. Berikutnya, program pendidikan Rp 51 miliar dan program ekonomi Rp 49 miliar.
Imam Rulyawan, direktur utama Dompet Dhuafa, menjelaskan dunia digital sudah menjadi gaya hidup, termasuk untuk kebutuhan spiritual. Ini menjadi peluang bagi lembaga filantropi untuk up-to-date, sesuai zaman.
"Dampaknya sangat besar. Melalui teknologi digital ini, kami lebih efektif, khususnya kepada mitra DD di kota-kota besar terutama usia muda secara umum," ujar dia.