EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan ada beberapa halangan dalam menjalankan program Satu Juta Rumah. Di antaranya harga tanah yang masih mahal.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan, jumlah tanah pun mulai berkurang. "Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) juga belum terintegrasi," ujarnya dalam seminar bertema 'Sinergi Antara Regulator, Perbankan dan Pengembang dalam Meningkatkan Pertumbuhan Kredit dan Perlindungan Konsumen di Sektor Properti' di Jakarta, Selasa, (16/5).
Ia menjelaskan, sulitnya mencari tanah untuk dibangun rumah menjadi masalah utama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tinggal di ibukota. Rendahnya daya beli konsumen juga menjadi penyebab program yang dicanangkan pemerintah tersebut tidak berjalan mudah.
Lana menegaskan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai insentif demi menyukseskan program sejuta rumah. Di antaranya dengan subsidi, likuiditas untuk perumahan, pembebasan pengenaan pajak nilai (PPN), rusunami, serta prasarana untuk rumah sederhana.
Realisasi Kredit Pemilikan Rumah Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) sendiri, kata Lana, sudah mencapai 500 ribu unit pada tahun lalu. Lalu pada kuartal pertama tahun ini targetnya 120 ribu unit.
Menurutnya, selain memenuhi kebutuhan pemukiman, industri properti bisa pula mendorong penciptaan lapangan kerja terutama lewat program Sejuta Rumah. "Diharapkan ke depan industri properti dapat berkontribusi lima sampai 20 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto)," tutur Lana.
Ia menyebutkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal pertama 2017, sektor properti berkontribusi sebesar 3,12 persen terhadap PDB. "Investasi properti meningkat terhadap PDB. Bersama untuk menjaga kontribusi nyata," tambahnya.