EKBIS.CO, JAKARTA -- Pernyataan pemerintah terkait surplus jagung dan penurunan impor jagung rupanya tidak berdampak signifikan bagi keberlangsungan peternak UKM. Presiden Peternak Layer Indonesia Musbar mengaku kesulitan mendapat jagung dengan harga murah, apalagi dengan jatuhnya harga telur saat ini.
"Sampai April kemarin kita tidak sanggup membeli (jagung) karena harga (telur) kita di bawah HPP," ujar dia dalam Forum Diskusi Publik BBA 20 di Hotel Pomelotel, Selasa (23/5).
Hal tersebut diakuinya membuat banyak peternak UKM memilih gulung tikar. Ia mengatakan, kebutuhan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) sebesar 600-700 ribu ton per bulan sementara ia mengaku kebutuhan peternak layer hanya sepertiga dari GPMT yaitu 200 sampai 220 ribu ton per bulan.
Senada dengan Musbar, Ketua Dewan Pembina Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Tri Hardianto mengaku kesulitan memperoleh jagung, termasuk jagung yang berasal daro Badan Urusan Logistik (Bulog).
Akses mendapat jagung tersebut kesulitan sejalan dengan upaya pengurangan impor jagung oleh pemerintah. Selama ini, kata dia, peternak UKM bersaing jagung dengan industri pakan.
Menurutnya, guna mengatasi kesulitan penerimaan jagung bagi peternak UKM adalah membuka peluang besar impor gandum untuk memenuhi kebutuhan industri pakan.
Perusahaan besar, ia melanjutkan, pemerintah sebaiknya memberi izin impor gandum. Sebab, industri pakan telah terbiasa selama dua tahun menggunakan gandum sebagai bahan pakan. Meski dengan kualitas yang berbeda.
"Yang penting jagung bisa untuk peternak kecil," ujarnya. Ia menambahkan, dengan membuka besar keran impor gandum, kebijakan politik Indonesia tidam terganggu.