EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum asosiasi pengusaha ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mendey meyakini keberadaan minimarket tak menggerus pasar tradisional. Ia mendasari keyakinannya ini pada data bahwa pertumbuhan pasar rakyat rata-rata 14-15 persen per tahun. Sementara pertumbuhan toko ritel modern hanya 8-9 persen per tahun.
Tak hanya itu, sambung Roy, jumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia ada 3 juta lebih. Sementara jumlah toko modern hanya 35 ribu.
"Jadi mana mungkin minimarket menggerus pasar rakyat," kata Roy, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (1/6).
Hal itu ia sampaikan untuk menanggapi rencana pemerintah yang akan segera menerbitkan Perpres untuk mengatur bisnis minimarket. Roy memandang, jika mengatur bisnis minimarket diterjemahkan dengan membatasi pertumbuhannya, maka hal itu tidak tepat. Ia berargumen, minimarket berkembang karena tumbuhnya jiwa wirausaha di masyarakat. Sebab, minimarket dibangun dengan sistem waralaba.
"Kalau semangat wirausaha itu dibatasi kan sayang sekali."
Roy yakin, keberadaan minimarket selama ini telah berdampak positif pada masyarakat, antara lain dalam hal penyerapan tenaga kerja di lingkungan sekitar hingga berkontribusi dalam upaya stabilisasi harga pangan.
Lebih lanjut, ia mengaku, hingga saat ini Aprindo belum pernah diajak berdiskusi mengenai rencana pengaturan bisnis minimarket. Justru, menurutnya, diskusi terakhir yang dilakukan Aprindo dengan pemerintah membahas rencana penguatan sinergi antara ritel modern dengan toko konvensional.
Roy menuturkan, saat itu pemerintah memberi arahan kepada Aprindo untuk melakukan pembinaan pada pemilik toko konvensional dan menyediakan akses pasar agar produk lokal dapat dijual di toko modern. Selain itu, pengusaha juga diminta untuk memasukkan pasar rakyat dalam jalur distribusi barang toko modern.
Roy memandang, rencana penguatan sinergitas antara ritel modern dengan pasar rakyat tersebut lebih tepat dibanding pembatasan minimarket. "Kalau mau empower, ekspansi jangan dibatasi," kata dia.