EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves menilai, Indonesia memulai perekonomian pada 2017 dengan pijakan yang kuat. Hal tersebut ditopang oleh lingkungan global yang lebih mendukung dan fondasi domestik yang lebih baik, sehingga diprediksi ekonomi Indonesia akan meningkat.
''Pertumbuhan PDB riil negara ini diproyeksikan meningkat dari 5,2 persen tahun ini, menjadi 5,3 persen pada 2018,'' ucap Rodrigo, dalam laporan Bank Dunia dengan tema 'Indonesia Economic Quarterly: Upgraded', di Energy Building, Jakarta, Kamis (15/6).
Menurut Rodrigo, pertumbuhan PDB riil menguat menjadi 5,0 persen (YoY) pada kuartal pertama 2017, dibandingkan dengan 4,9 persen pada kuartal I tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh rebound konsumsi pemerintah dan melonjaknya ekspor.
Sementara, inflasi meningkat karena kenaikan tarif listrik, meski masih relatif rendah, dan kebijakan moneter yang terus akomodatif. ''Kinerja fiskal pada semester I 2017 menguat, dengan peningkatan pendapatan terkait dengan tahun lalu, dan kualitas pengeluaran yang lebih baik,'' jelas Rodrigo.
Ia menambahkan, target pendapatan yang lebih realistis dalam anggaran 2017 mengurangi kebutuhan pemotongan anggaran yang besar seperti yang dilakukan pada tahun 2016. Di sisi lain, upgrade nilai kredit Standard and Poor baru-baru ini dengan jelas membuktikan perbaikan pengelolaan dan kredibilitas fiskal Indonesia.
Menurut Rodrigo, ketidakpastian kebijakan global dan ancaman proteksionisme yang meningkat di beberapa negara, masih menimbulkan risiko penurunan yang substansial terhadap pemulihan dalam perdagangan dunia. Pemulihan harga komoditas global yang terus berlanjut, kata dia, telah membantu meningkatkan pendapatan ekspor dan fiskal.
Namun harga, terutama batubara, diperkirakan akan menurun pada 2018. ''Upgrade S&P adalah pengakuan signifikan atas kemajuan yang dibuat oleh Pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan dan kredibilitas fiskal,'' tutur Rodrigo.
Harga komoditas memberikan beberapa dukungan. Namun, ia menambahkan, Indonesia harus terus melakukan kemajuan dalam reformasi struktural. Upaya berkelanjutan tetap penting untuk memperluas potensi ekonomi dan membuatnya kurang bergantung pada ekspor komoditas.
Pemerintah dinilai akan semakin menghadapi pilihan sulit karena berusaha mengatasi reformasi struktural yang kritis, walaupun mungkin tidak populer. Secara khusus, laporan tersebut menunjukkan bagaimana pembatasan Foreign Direct Investment (FDI) merupakan hambatan bagi arus masuk FDI ke Indonesia.
Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Hans Anand Beck menyatakan, investasi langsung asing tidak memberikan kontribusi cukup untuk meningkatkan potensi pertumbuhan Indonesia melalui pengembangan fisik dan sumber daya manusia, dan pertumbuhan produktivitas. ''Oleh karenanya, pemerintah harus mengevaluasi ulang pembatasan, terutama daftar investasi negatif, untuk mendorong lebih banyak FDI,'' kata Hans.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, sumber dari pertumbuhan ekonomi adalah investasi, terutama dari FDI. Pemerintah di dalam melihat sumber pertumbuhan ekonomi selalu menggunakan seluruh mesin pertumbuhan secara seimbang.
''Apakah itu konsumsi dan investasi. Investasi itu tidak hanya berasal dari pemerintah, namun juga dari swasta domestik dan swasta asing,'' kata dia.
Menurut dia, rekomendasi yang sangat spesifik adalah mengenai negatif list, karena bisa menjadi bentuk halangan untuk investasi. Oleh karena itu, pemerintah akan menjadi jalan terbaik untuk menyelesaikan negatif list tersebut.
Di dalam menciptakan APBN tahun depan, harus menjaga agar dari sisi ekonomi tidak menambah ketidakpastian di tengah ketidakpastian politik yang cukup besar. ''Jadi asumsi dari mulai pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, harga minyak, kemudian dari suku bunga diusahakan se-reaslitis mungkin,'' ujar Sri Mulyani.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Rizal E Halim menuturkan, proyeksi dari World Bank cukup realistis, mengingat sejauh risiko global yang masih belum menemukan pola terbaik. Ia menilai, proyeksi pemerintah yang 5,2 -5,6 juga tidak terlalu tinggi.
Namun, ada optimisme pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih luas. ''Hanya menuurut saya, paling tinggi di 5,3 persen, ruang ekspansi belum cukup memadai khususnya untuk sektor infrastruktur,'' jelas dia.
Rizal menambahkan, tahun 2018 akan banyak didorong oleh investasi langsung asing (foreign direct investment). Kalau dicermati, capital inflow beberapa waktu ini banyak membanjiri Asia Tenggara dan khususnya ke Indonesia.
Prediksi 2018, capital inflow akan terus meningkat. Sehingga diperlukan strategi bagaimana aliran modal masuk ini bisa menyentuh sektor riil.