EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah memproyeksikan defisit fiskal tahun 2017 ini akan melebar menjadi 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dari target yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 2,41 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa hitungan ini berasal dari kekurangan penerimaan pajak dan bea cukai yang akan mengalami shortfall hingga Rp 50 triliun sepanjang tahun ini. Selain penerimaan yang melemah, defisit diperparah oleh melonjaknya belanja negara sebesar Rp 10 triliun.
Sri menjelaskan, sejumlah pos pengeluaran yang membengkak tahun ini adalah program sertifikasi tanah, persiapan Pilkada serentak dan Pemilu, serta kebutuhan pembangunan infrastruktur yang membengkak ditambah dengan pengadaan lahan yang harus ditopang oleh APBN. Ia menyebutkan bahwa pemerintah akan menyelesaikan asumsi maupun postur anggaran yang diubah dalam Rancangan APBN Perubahan 2017, untuk kemudian diajukan kepada DPR.
"Kita akan coba lihat dari sisi kemampuan APBN kita," kata Sri, di Jakarta, Selasa (20/6).
Pemerintah mamatok penerimaan perpajakan untuk tahun 2017 ini sebesar Rp 1.498,9 triliun. Sementara belanja negara ditaksir mencapai Rp 2.080,5 triliun dengan defisit anggaran Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen dari PDB. Peningkatan belanja negara membuat Sri mengoreksi proyeksi defisit dalam APBN 2017 menjadi 2,6 persen, atau bahkan bisa lebih tinggi dari angka tersebut.
"Target di APBN kan, defisitnya 2,41 persen, tapi mungkin agak sedikit lebar menjadi 2,6 persen dari PDB. Kenaikan dari sisi defisit diperkirakan Rp 37 triliun. Dari Rp 330 triliun menjadi Rp 367 triliun sampai Rp 370 triliun," katanya.
Pemerintah menargetkan untuk merampungkan rancangan APBNP dalam sepekan ke depan. RAPBNP 2017 akan segera dibahas dengan parlemen setelah Lebaran 2017 dan sebelum memasuki masa reses bagi anggota DPR. "Kita finalkan satu-dua hari ini dari beberapa kementerian. Paling banyak bergerak memang subsidi," ujarnya.
Sri menambahkan bahwa pemerintah akan menggenjot penerimaan dari sisi perpajakan, termasuk melalui ekstensifikasi dan intensifikasi baik di dalam dan luar negeri. "Seluruh ekstensifikasi (pajak) di dalam, luar negeri, dan by sektoral, total bisa memperoleh lebih dari Rp 185 triliun. Juga melakukan penegakan hukum kepada para importir nakal yang misalnya melaporkan data dokumen impor dan data pajak yang berbeda," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebutkan, pemerintah sebetulnya tak perlu menunggu keterbukaan informasi keuangan yang baru berjalan 2018 mendatang untuk bisa mengejar wajib pajak yang nakal. Menurutnya, pelacakan dari sekarang bisa dilakukan untuk bisa menambal penerimaan yang anjlok. Bhima juga menyebutkan, upaya untuk menambah penerimaan bisa berasal dari ekstensifikasi cukai. APBN 2017 menyebutkan, ada target cukai dari barang kena cukai baru sebesar Rp 1,6 triliun. "Angka ini meski kecil namun bisa kontribusi menutup defisit," katanya.