Ahad 25 Jun 2017 09:05 WIB

Refleksi Lebaran, Ketimpangan Ekonomi Masih Jadi PR Berat Pemerintah

Rep: Sapto Andika Candra / Red: Reiny Dwinanda
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan pemaparan saat peluncuran dan diskusi buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi karya wartawan Sabir Laluhu dalam acara sarasehan pustaka di Gedung KPK Jakarta, Rabu (17/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan pemaparan saat peluncuran dan diskusi buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi karya wartawan Sabir Laluhu dalam acara sarasehan pustaka di Gedung KPK Jakarta, Rabu (17/5).

EKBIS.CO, JAKARTA - Lebaran menjadi momentum untuk instropeksi diri, terutama berkaitan dengan jalinan hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan Allah SWT. Hal tersebut merupakan poin penting yang disampaikan dalam khutbah Idul Fitri di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (25/6), oleh Hamdan Zoelva.

"Berperilaku adil terhadap diri sendiri dan lingkungan merupakan salah satu kunci untuk mengokohkan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan penciptanya, dan bahkan menjadi fondasi untuk menjaga keutuhan Indonesia," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Hamdan mencermati masih ada pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah agar rasa keadilan dan sikap berkeadilan bisa tumbuh di dalam masyarakat Indonesia. PR besar itu adalah ketimpangan sosial dan ketimpangan ekonomi yang masih membayangi bangsa ini.

"Ketimpangan sosial dan ekonomi yang terjadi sekarang menjadi pekerjaan berat bagi siapapun yang memimpin negeri ini, ujar Hamdan.

Di lain sisi, Hamdan menyerukan masyarakat, terutama umat Islam, agar tak berdiam diri. Terlebih, pengurangan ketimpangan bisa diupayakan sendiri oleh masyarakat. "Nah, ini tanggung jawab kita juga untuk mengatasinya," ujar dia.

Selain menyinggung soal ketimpangan, di hadapan sekitar 4.500 jamaah sholat Id, Hamdan juga menyampaikan makna ber-Pancasila dalam kaitannya dengan menegakkan ajaran agama Islam.

Hamdan mengungkapkan perintah Islam untuk berlaku adil di semua lini kehidupan berkaitan erat dengan pemahaman Pancasila yang berlaku di Indonesia.

Menurutnya, para nabi dan rasul diutus oleh Allah SWT untuk membawa pembaruan dalam ajaran kemanusiaan dan menegakkan keadilan serta membawa kitab sebagai pembeda antara yang hak dan yang batil.

"Kita memahami Pancasila itu sebagai muara di mana kita bisa bersatu walaupun di dalamnya pastilah ada perbedaan," ujar Hamdan.

Menurutnya, warga negara Indonesia yang berbeda agama bisa saja berbeda dalam memahami Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, masyarakat Indonesia yang beragam dipersatukan oleh kesepakatan yang umum, yaitu bangsa dan negara Indonesia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hamdan menjelaskan ber-Pancasila bukan berarti harus menghilangkan perbedaan masing-masing keyakinan dan akidah agama yang dianut atau bahkan menyamakan semua agama

"Kita harus yakin bahwa agama yang kita anut adalah keyakinan yang benar dan pada sisi lain, keyakinan warga lain yang berbeda harus dihormati dan dijunjung tinggi, tidak merendahkannya apalagi menistakannya. Itulah cara hidup ber-Pancasila," ujar Hamdan.

Hamdan meyakini bahwa semakin tinggi dan mendalam pemahaman seseorang Muslim atas ajaran agamanya, pasti akan semakin Pancasilais pula. Alasannya, pemahaman atas nilai-nilai falsafah berbangsa dan bernegara bagi umat muslim sudah inheren atau melekat dalam jati diri seorang muslim. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement