EKBIS.CO, JAKARTA -- Total utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp 3.672,43 triliun per 31 Mei 2017. Itu artinya, jumlahnya naik Rp 5 triliun dari April 2017.
Peneliti INDEF Enny Sri Hartati menilai, bertambahnya utang pemerintah tersebut terjadi karena penggunaannya tidak produktif.
Meski penambahan Rp 5 triliun bagi pemerintah tidak terlalu besar, tapi paling tidak penggunanya harus jelas. ''Jadi utang itu untuk apa? Produktif atau tidak? Utang itu bisa refinancing atau tidak? kalau tidak bisa pasti akan bermasalah,'' ucap Enny, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/6).
Meski Rp 5 triliun itu disebut untuk membiayai defisit APBN dalam membangun infrastruktur, Enny justru tidak melihat demikian. Menurut dia, ada salah kelola dalam menggunakan utang tersebut.
Padahal, utang itu digunakan untuk infrastruktur yang peruntukannya jangka menengah dan panjang. Enny mengaku heran bagaimana mungkin mengejar pembangunan infrastruktur, tetapi semua industri dalam negeri terpuruk. Tak terkecuali industri yang terkait dengan infrastruktur.
''Persoalannya, defisit kita bertambah. Itu menyebabkan utang tidak produktif. Semen over supply, industri baja pertumbuhannya negatif, industri logam pertumbuhan negatif. Itu kan tidak mungkin sebenarnya,'' jelas dia.
Paling tidak, lanjut Enny, dalam jangka pendek, pembangunan infrastruktur dapat menyerap tenaga kerja sehingga memulihkan daya beli masyarakat. Selain itu, pembangunan infrastruktur harus bisa menyerap produk dalam negeri seperti semen, baja, dan besi.
''Tapi kalau yang digunakan semua dari impor, ya masalah. Tidak mendorong (perekonomian), malah sekarang pengusaha mengeluh. Ekonomi tidak jalan, berarti ada anomali, ada yang salah,'' ucap Enny.