EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berniat menambah pembiayaan utang pada tahun ini sebesar Rp 76,6 triliun. Angka ini tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017. Dalam rancangan yang diajukan pemerintah kepada Badan Anggaran DPR tersebut, pembiayaan utang tercatat sebesar Rp 461,3 triliun atau naik dari nilanya dalam APBN induk 2017 sebesar Rp 384,7 triliun.
Penambahan utang ini bakal digunakan untuk menambal defisit anggaran yang semakin lebar pada tahun ini, seiring dengan penambahan kebutuhan belanja negara dan kekurangan penerimaan pajak (shortfall). Penerimaan negara tercatat berkurang dalam RAPBN-P 2017 yakni sebesar Rp 1.714,1 triliun. Angka ini merosot sebesar Rp 36,2 triliun dari penerimaan yang tertuang dalam APBN induknya, Rp 1.750,3 triliun. Shortfall perpajakan tercatat sebesar Rp 48 triliun. Anga ini didapat dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P 2017 yang diajukan pemerintah sebesar Rp 1.450,9 triliun, meleset dari target dalam APBN induk senilai Rp 1.498,9 triliun.
Di sisi belanja, pemerintah mengajukan revisi belanja negara dalam RAPBN-P 2017 sebesar Rp 2.111,4 triliun atau naik Rp 29,9 triliun dari targetnya dalam APBN induk sebesar Rp 2.080,5 triliun. Dari penjabaran belanja dan penerimaan negara, baik dari APBN induk atau RAPBN-P 2017, terlihat memang ada pelebaran defisit. Mengacu pada APBN sebelum perubahan, defisit fiskal pemerintah sebesar Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, bila mengacu pada RAPBN-P 2017, maka defisit fiskal melebar hingga 2,92 persen dari PDB dengan angka Rp 397,2 triliun.
"Itu (utang) untuk menjaga agar defisit (fiskal) tidak melampaui yang diperkirakan. Tentu dalam bentuk penerbitan surat utang," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Jumat (7/7).
Darmin juga meyakini Indonesia mulai merasakan aliran dana masuk yang cukup deras. Pemerintah, ujarnya, juga sudah memperhitungkan kemampuan pasar untuk bisa menyerap seluruh aliran dana yang masuk. Meski pembiayaan utang tercatat mengalami kenaikan, Darmin meminta masyarakat tidak melihatnya hanya dari satu sisi saja.
Ia menilai, selama ini penarikan utang ditujukan untuk menaikkan belanja produktif, di samping menjadi pengaman defisit anggaran. Defisit anggaran tidak boleh melampaui 3 persen dari PDB, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. "Kita nggak ingin memangkasnya (anggaran) supaya kita ingin menjaga supaya APBN itu tidak kontraktif, dia ekspansif," kata Darmin.