EKBIS.CO, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah untuk menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HT) untuk produk pertanian termasuk beras, diyakini kurang ampuh untuk menstabilkan harga. Pengamat pangan Instritut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menyebutkan bahwa pemerintah akan sulit menjaga harga beras hanya dengan HET lantaran pemerintah sendiri, melalui Perum Bulog, kurang menyerap produk beras.
"Karena pemerintah kan tidak pegang barang. Bagaimana pemerintah bisa mengatur harga, kalau akhirnya proses pembentukan harga ditentukan pasar," ujar Dwi, di Jakarta, Selasa (11/7).
Penerapan HET akan lebih efektif bila pemerintah menugasi Bulog untuk menyerap beras lebih banyak lagi. Idealnya, Bulog harus menguasai 20 persen dari stok nasional agar harga beras di Indonesia benar-benar dipegang kendalinya oleh pemerintah.
Selain itu, efektif tidaknya HET juga bergantung pada seberapa tinggi batas atas harga yang ditetapkan nantinya. Alasannya, kata Dwi, tinggi tidaknya HET akan berdampak pada kesejahteraan petani. Terlebih, Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan tren penurunan dalam empat tahun belakangan. "Kalau nggak hati-hati akan memukul petani. Idealnya ya sesuai dengan harga beras rata-rata medium saja," katanya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan akan menentukan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras, menyusul penetapan HET untuk gula, minyak goreng, dan daging yang sudah berjalan. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebutkan, langkah ini dilakukan untuk menjaga harga barang pangan strategis tetap terjaga meski periode Puasa dan Lebaran usai. Selain memberlakukan HET untuk beras, upaya lain untuk menjaga harga agar tak melonjak yakni dengan memastikan pasokan barang pangan strategis tetap terpenuhi. "Kita jaga pasokan dan kemudian akan ada harga batas. HET akan kami terapkan betul," ujar Enggar di kantornya, Senin (10/7).
Enggar mengatakan, pembahasan HET beras akan dibicarakan bersama dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Selain beras, Enggar juga meminta pelaku usaha minyak goreng untuk menyediakan produksi minyak goreng dalam kemasan sederhana dan minyak goreng curah untuk setiap sekian persen dari total produksi. Ketetapan porsinya akan disusulkan kemudian. "Dengan begitu maka masyarakat yang berpenghasilan rendah sudah terjamin bahwa pasokan itu tersedia," kata Enggar.
Ketentuan soal porsi bagi produsen minyak goreng untuk memberikan porsi produksi minyak goreng kemasan sederhana dan curah akan dirampungkan pada 2017 ini. Enggar menegaskan bahwa asosiasi produsen minyak goreng sudah bersiap atas kebijakan ini. "Kalau ini sudah terjadi maka satu aspek lagi kita sudha nggak akan lagi dipusingkan mengenai masalah itu," katanya.