EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea Cukai mencatat adanya impor beras. Namun Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menegaskan impor tersebut merupakan rekomendasi yang dikeluarkan pada 2015. Data impor 2016 tersebut merupakan realisasi sebagian dari rekomendasi tahun sebelumnya.
"Jadi bukan rekomendasi dan impor di tahun yang sama” ujarnya kepada wartawan melalui siaran resmi, Selasa (11/7).
Selama kurun waktu 2016 hingga 2017 ini, kata dia, pemerintah tidak pernah mengeluarkan rekomendasi impor beras medium. Sebab, produksi beras tanah air berhasil dan cukup memenuhi konsumsi masyarakat.
Ia menegaskan, rekomendasi impor hanya dikeluarkan untuk beras dengan kebutuhan khusus atau sering disebut specialty rice yang peruntukannya untuk hotel, restoran, dan kesehatan. Pencapaian peningkatan produksi juga diikuti dengan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP). NTP pada 2016 mencapai 101,65 yang meningkat 0,06 persen dibandingkan NTP 2015 sebesar 101,59. NTUP rata-rata nasional tahun 2016 juga berada di posisi tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Untuk diketahui, pada 2016 NTUP mencapai 109,86 atau naik 2,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, untuk mengatasi gejolak harga pangan, Kepolisian Republik Indonesia bersama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Badan Urusan Logistik (Bulog) membentuk Satgas Pangan. Kinerja satgas pangan yang bergerak di seluruh provinsi ini dinilai terbukti efektif karena mampu menekan inflasi.
BPS mencatat inflasi per Juni 2017 hanya sebesar 0,69 persen terendah dalam Ramadhan dan Idul Fitri tiga tahun terakhir. Satgas pangan ini juga memberi andil besar dalam stabilnya harga pangan di msyarakat. "Karena selama ini naiknya harga pangan berdampak besar bagi peningkatan inflasi," ujarnya.