Kamis 13 Jul 2017 13:57 WIB

HIPMI: Tren Lonjakan Impor Bisa Rugikan Pengusaha Nasional

Red: Bayu Hermawan
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta pemerintah memperbaiki iklim industri dan iklim bisnis, agar tren kenaikan impor berbagai barang bisa ditekan. Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan BPP HIPMI Angga Wira menilai, tren lonjakan impor dalam jangka panjang tentu tidak positif karena berpotensi memukul industri dan merugikan pengusaha nasional.

"Indonesia saat ini terjebak dalam pluktokrasi dibarengi oleh pencari rente. Ditambah lagi ada fenomena kleptokrasi, tak heran fundamental ekonomi kita semakin lemah. Ini diperparah dengan sistem ekonomi politik yang  sangat liberal dan tidak menciptakan meritokrasi," ucap Anggawira dalam keterangannya, Selasa (11/7).

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia hanya surplus 474 juta dolar AS pada Mei 2017. Ini merupakan surplus terendah dalam setahun terakhir karena lonjakan impor, khususnya impor nonmigas.

Anggawira melanjutkan, problem kebijakan impor sudah terasa dari masa pemerintahan Presiden SBY. Ia berkata, kalaupun impor, seharusnya barang yang diimpor pun dicek terlebih dahulu apakah memang dibutuhkan dan juga apakah produknya sesuai dengan standar di Indonesia.

Di era pemerintah sekarang pun, impor selalu jadi pilihan ketimbang mendorong industri dalam negeri. Sebagai pengusaha, ia juga menilai ada situasi yang kurang pas. BUMN yang harusnya bersinergi dengan swasta, menjadi motor penggerak ekonomi, justru masuk ke wilayah yang dilakukan swasta.

Di sisi lain, ia mengingatkan jika semua pintu impor dibuka, maka tentu saja ada dampak buruk yang tak terelakkan yakni industri dalam negeri tidak berkembang.

"Ibaratnya, jika impor makin besar, ibarat perahu yang sudah mau karam. Agar tak terjadi, harus benar-benar dipilih dan tentukan komoditas strategis nasional. Meski di sisi lain, tidak mungkin kita juga mau swasembada semua. Perlu konsistensi di pemerintah sendiri. Misal garam, sangat tidak logis jika harus impor terus. Masak BUMN jadi trader, nanti korup," kata dia menegaskan.

Menurutnya, perlu ada perbaikan dari sisi suplai rantai pasok agar berbagai produk di Indonesia, seperti komoditi pangan, bisa terdistribusi merata sehingga impor-impor pangan bisa dihindari. Ia berharap BUMN bisa bekerjasama dengan swasta tidak hanya bersinergi sesama BUMN saja.  Jangan ada kesan, di tengah situasi ekonomi masih sulit, justru swasta ditinggalkan.

"Problem utamanya bukan produksi tapi suplai chain, sdh ada best practice yang ada tinggal dimodifikasi. Benahi juga tata kelola distribusi barang. Tentu saja, konsistensi kebijakan juga diperlukan," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement