EKBIS.CO, BANYUMAS -- Musim panen pada masa sadon (musim kemarau) yang mulai berlangsung dalam beberapa hari terakhir sepertinya tidak terlalu baik. Serangan hama wereng dan tikus menyebabkan hasil panen tidak optimal. Hal ini berdampak pada tingkat penyerapan beras yang biasa dilakukan Bulog pada musim panen.
"Musim panen sekarang memang tidak seperti musim panen sebelumnya. Hasil panen yang tidak terlalu baik, menyebabkan harga gabah di pasaran masih tinggi meski pun sedang panen," ujar juru bicara Bulog Sub Divre IV Banyumas, Priyono, Selasa (25/7).
Dari pemantauan, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani saat ini masih bertahan di tingkat harga Rp 5.000 per kg. Sementara HPP (Harga Pembelian Pemerintah), hanya Rp 4.600 di tingkat petani.
"Dengan harga di tingkat petani yang mencapai Rp 5.000 per kg, kita kesulitan melakukan penyerapan karena pembelian yang dilakukan Bulog berpatokan pada HPP," jelasnya.
Meskipun demikian, dia menyebutkan, pasokan beras ke gudang Bulog dari beberapa mitra masih tetap berlangsung meski tidak terlalu banyak. Umumnya, pasokan berasal dari mitra-mitra yang sudah terikat kontrak.
"Biasanya, pada musim panen sadon seperti sekarang ini, pasokan beras ke gudang Bulog bisa mencapai 1.000 ton per hari. Namun sekarang, pasokan yang masuk hanya sekitar 500-700 ton per hari," katanya.
Dia juga menyebutkan, akibat banyaknya areal lahan sawah yang terserang hama wereng dan tikus, kualitas beras hasil panen banyak tidak terlalu baik. Hal ini karena banyak petani yang melakukan penan dini, agar tidak ludes atau semakin banyak tanaman padi yang terserang hama.
Dalam melakukan penyerapan beras, Priyono menyebutkan, Bulog perpegang pada standar beras medium. Antara lain kadar air yang tidak boleh melebihi 35 persen dan beras patah (broken) tidak boleh dari 20 persen. "Kalau gabahnya dipanen dini, biasanya bila diselip maka akan banyak beras yang patah. Bahkan banyak yang kemudian remuk. Kalau terlalu banyak broken dan beras yang remuk, beras menjadi tidak bisa disimpan lama," tuturnya.
Priyono mengaku, tersendatnya pasokan beras ke gudang Bulog, cukup membuat pihaknya kerepotan. Hal ini karena stok beras yang ada di gudang Bulog Banyumas, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga September 2017. Untuk itu, pihaknya akan terus berupaya agar penyerapan bisa terus ditingkatkan.
Sementara terkait harga jual gabah yang cukup tinggi, kebanyakan petani tidak bisa terlalu banyak menikmati kenaikan harga tersebut. Hal ini karena hasil panen mereka tidak terlalu baik, bahkan jauh lebih rendah dibanding masa panen pada kondisi normal.
"Pada musim panen sebelumnya, dari lahan sawah seluas seperempat hektar, kami bisa mendapat 8-9 kwintal gabah kering. Namun akibat serangan hama tikus dan wereng, kami hanya bisa mendapat hasil panen 90 kg gabah kering panen," kata Trisno (47), petani di Desa Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas.
Di desa-desa di wilayah Banyumas, hasil panen juga tidak terlalu baik. Seperti di Desa Margasana Kecamatan Jatilawang, hasil panen per bau (8.000 meter persegi) yang biasanya bisa mencapai 4-5 ton, rata-rata hanya bisa panen Rp 2-3 ton.
"Untuk mendapatkan hasil panen sebanyak itu, kami harus setiap 10 hari sekali menyemprot tanaman dengan insektisida. Kalau tidak, ya tidak bakal panen karena terserang hama wereng," ujar Eli Martono (52), seorang petani desa setempat.
Untuk itu, baik Trisno maupun Eli, mengaku harga gabah yang cukup tinggi seperti sekarang ini, tidak sepenuhnya bisa dinikmati petani. "Untuk membeli obat hama saja, saya sudah habis banyak," katanya.