EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia ( APTRI) meminta agar rendaman gula di tempat produksi bisa lebih ditinggikan. Sebab selama ini nilai rendeman yang dijalankan di perusahaan produksi sangat rendah sehingga hasil produksi dari tebu petani masih minim.
Sekjen APTRI M Nur Khabsyin mengatakan, giling tebu tahun ini sangat memberatkan bagi petani, karena rendemen sangat rendah rata-rata 6,5-7,5 persen dengan produksi rata-rata 60-70 Ton per hektare. Rendemen rendah disebabkan mesin pabrik gula yang sudah tua.
"Ini menunjukan bahwa kinerja BUMN tidak profesional, sebab sejak dulu digembar-gemborkan revitalisasi pabrik gula milik BUMN, tapi tidak ada hasil yang berarti, rendemen tetap saja rendah," kata Khabsyin, Senin (28/8).
Rendemen tebu (gula) adalah kadar kandungan gula didalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10 persen,artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di pabrik gula akan diperoleh gula sebanyak 10 kg.
Khabsyin mengatakan, rendeman gula yang digilin di perusahaan swasta bisa mencapai nilai tinggi. Untuk itu APTRI meminta agar perusahaan BUMN bisa menaikan rendeman mencapai 8-8,5 persen.
Pada tahun 2016 menteri BUMN berjanji akan memberikan jaminan rendemen minimal 8,5 persen kepada petani tebu sebagai konpensasi impor raw sugar 381 ribu ton untuk BUMN (PTPN, RNI, dan Bulog). Sampai saat ini janji itu tidak tidak pernah ditepati.
"Kami minta konpensasi tersebut segera direalisasikan," ujarnya.
Selain permintaan peningkatan nilai rendeman, APTRI juga berharap kebijakan tentang persyaratan kredit KUR untuk tebu agar dipermudah dan tidak memberatkan petani, karena saat ini persyaratan tersebut sangat rumit. Alokasi kredit KUR tiap petani diusulkan maksimal lima hektar, karena tanaman tebu berbeda dengan tanaman padi yang mana tanaman tebu hanya panen sekali dalam setahun sementara padi bisa panen 2-3 kali.
Kebijakan pupuk bersubsidi agar dikembalikan pada aturan yang lama karena lebih simple dan tidak memberatkan petani. Alokasi pupuk subsidi tiap petani diusulkan maksimal 5 hektare.
Pemberian alokasi antara pupuk subsidi dan kredit KUR agar disamakan dalam luasan lahan, karena saat ini pemberian pupuk subisdi dan kredit KUR tidak sama dalam luasan lahan sehingga tidak sinkron.