Rabu 30 Aug 2017 16:41 WIB

Komisi VI DPR: Divestasi Freeport Bisa Lewat Holding Tambang

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nur Aini
CEO of Arizona-based Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, Richard Adkerson berbincang bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/8)
Foto: AP
CEO of Arizona-based Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, Richard Adkerson berbincang bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/8)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno menilai, BUMN siap untuk menjadi sektor yang memimpin proses divestasi saham PT Freeport. Divestasi tersebut bisa dilakukan melalui holding BUMN tambang.

Karena, menurut dia, tidak memungkinkan jika divestasi dibiayai oleh negara. ''(Perusahaan) tambang -tambang bergabung, konsolidasi, kemudian ekuitasnya akan meningkat, merekalah yang akan me-laverage pembiayaan," kata Teguh, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/8).

Dengan holding tambang, maka bisa meyakinkan perbankan baik dalam negeri maupun luar negeri untuk meminjam dana untuk membeli saham dibestasi PT Freeport. Kalau menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN), ia menegaskan Komisi VI pasti akan menolak skema tersebut.  Karena PMN dinilai sudah sangat memberatkan APBN, walaupun akuisi Freeport sangat penting. ''Tapi harus sesuai mekanisme korporasi yang wajar,'' ujar dia.

Untuk holding tambang, kata dia, semakin cepat diselesaikan maka semakin baik. Bahkan, pelaksanaan holding pun sudah tidak lagi ada hambatan mengingat berdasarkan hasil uji materi dari Mahkamah Agung, tidak ada benturan undang-undang.

''Sekarang sudah ada pendapat hukum dari MA. Jadi semestinya tidak ada lagi hambatan secara politik," ujarnya.

Hasil kesepakatan final renegosiasi Pemerintah dengan PTFI diketahui menghasilkan empat poin penting. Pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan PTFI adalah IUPK, bukan kontrak karya (KK). Kedua, divestasi PTFI sebesar 51 persen untuk kepemilikan nasional. Ketiga, PTFI berkewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun atau maksimal pada Oktober 2022. Dan keempat, stabilitas penerimaan negara, yakni penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement