EKBIS.CO, JAKARTA - Di era ekonomi kreatif sekarang ini, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram mengajak seluruh kader Nahdlatul Ulama (NU) menjadi wirausaha sejati bukan sekadar pedagang biasa.
"Misalnya, ada barang seharga Rp 100 ribu, dijual Rp 150 ribu, dan untung Rp 50 ribu. Itu namanya pedagang. Kalau enterpreneur, barang itu dimodali lagi Rp 50 ribu dengan tambahan desain agar menarik plus kemasan yang bagus, dia bisa menjual barang itu seharga Rp 500 ribu", papar Agus pada acara Focus Group Discussion (FGD) Bidang Ekonomi PB Nahdlatul Ulama (NU) berdasarkan rilis yang diterima republika.co.id, di Jakarta, Rabu (30/8).
Agus menegaskan bahwa di kancah ekonomi kreatif para wirausaha harus kreatif untuk meningkatkan nilai jual dan daya saing produk yang dihasilkannya. "Apalagi, sekarang zaman serba digital, dimana pemasaran produk sudah melalui e-Commerce. Kita tidak perlu lagi sewa tempat sebagai toko, tidak lagi terbatas ruang, waktu, dan jarak. Kita harus mampu memanfaatkan kemajuan zaman", kata Agus.
Dalam kesempatan itu pula, Agus memaparkan program-program unggulan Kemenkop dan UKM. Diantaranya, database koperasi dengan memiliki Nomor Induk Koperasi (NIK), ijin usaha mikro dan kecil (IUMK) secara gratis, pengurusan hak paten atas produk (Haki), juga terkait pembiayaan seperti kredit usaha rakyat (KUR) dan dana bergulir dari LPDB KUMKM. "Kita juga bisa memfasilitasi kalau ada yang mau pelatihan e-Commerce", tandas Agus.
Sementara Ketua Bidang Ekonomi PBNU Umar Syah menginginkan koperasi ditambah fungsi dan misinya tidak sekadar sebagai pelaku usaha. Lebih dari itu, koperasi harus menjadi transformator dan agen perubahan bagi kehidupan masyarakat. "Karena, bila kita bicara KUMKM, maka kita bicara ekonomi bangsa secara menyeluruh. Dan mayoritas masyarakat kita adalan pelaku koperasi dan UMKM", tegas Umar.
Sedangkan Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan Bank BNI Catur Budi Harto mengungkapkan, ada fenomena menarik yang terjadi saat ini. Menurut dia ada banyak UMKM yang membutuhkan kredit perbankan, tapi di sisi lain pihak bank juga sulit menyalurkan kredit khususnya ke pelaku UMKM. "Artinya, harus ada jembatan antara UMKM dan perbankan untuk memberikan informasi yang tepat", jelas Catur.
Bahkan, lanjut Catur, pernah ada survei yang menyebutkan bahwa 52 persen UMKM tidak butuh kredit dari perbankan. "Khusus untuk usaha mikro dan kecil, sebenarnya bukan tidak butuh tapi perlu digali lebih dalam akan kebutuhan usahanya. Kalau kita tanya butuh kredit atau tidak, jawabnya ya tidak. Makanya, marketing bank harus pintar-pintar menggalinya, khususnya mengenai repayment capacity. Misalnya, tanya berapa dagang bakso laku sehari? Perlu perbaikan tempat tidak agar omzet meningkat? Lalu, bisa menabung dari keuntungan berdagang. Setelah digali dalam, pasti mau mengambil kredit", jelas Catur.
Untuk mengembangkan wirausaha di Indonesia, kata Catur, Bank BNI memiliki produk kredit BNI Wirausaha dengan kredit maksimal Rp1 miliar dengan suku bunga di bawah 10 persen Bank BNI juga memiliki program Kampung BNI dengan tagline one village one product. "Dalam Kampung BNI bukan hanya mengenai pembiayaan, tapi juga klustering, kemitraan, juga pendampingan. Khusus untuk koperasi, Bank BNI sudah menyalurkan kepada 442 koperasi dengan nilai kredit Rp 2 triliun", pungkas Catur.