EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Institut Studi Transportasi (Intrans) Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas mendesak pemerintah segera mengatur keberadaan transportasi daring (online). Pasalnya, setelah Mahkamah Agung (MA) mencabut 14 pasal dari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017, transportasi daring kehilangan payung hukum.
Darmaningtyas menyarankan ada beberapa hal yang perlu direvisi dari Permenhub tersebut setelah putusan MA. "Yang saya tawarkan, bikin revisi PM tentang angkutan orang. Lalu dibagi dua yaitu dalam trayek dan tidak dalam trayek," kata Darmaningtyas, Jakarta, Selasa (5/9).
Menurut Darmaningtyas, aturan tersebut tetap harus dibuat agar ada keseimbangan antara transportasi daring dan konvensional. Ia menegaskan, transportasi daring harus diatur jika masih tetap mau beroperasi di Indonesia.
Darmaningtyas pun menyayangkan dasar yang digunakan MA untuk mencabut 14 pasal yang ada di Permenhub tersebut. "Yang diadili masalah transportasi, tapi UU yang digunakan UU UMKM, bukan UU transportasi," ucapnya.
Darmaningtyas mengusulkan, setelah ada putusan tersebut aturan transportasi daring tidak kembali ke Permenhub Nomor 32 Tahun 2015 atau merevisi Permenhub Nomor 26 Tahun 2017. Ia meminta adanya peraturan menteri tentang angkutan orang dan memasukkan angkutan daring ke dalam kategori taksi.
Sementara itu, Sekjen DPP Organda Ateng Aryono berpendapat mengenai persaingan usaha dalam konteks angkutan harus diatasi. "Segera bentuk peraturan entah apa pun bentuknya, merevisi, ataupun membuat baru," ujar dia.
Ateng melanjutkan, di negara lain seperti Australia, Kanada, Brasil, Cina, India, dan Amerika Serikat transportasi daring tetap diatur. Mulai dari perlindungan keselamatan konsumen, lisensi khusus, dan kuota juga diatur.
Begitu pula dengan Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christiansen FW berharap pemerintah dapat membuat aturan yang melindungi pengemudi daring. "Kami juga berharap pemerintah dapat konsisten terhadap aturan yang ditetapkan. Secara substansi kami sudah siap memberlakukan Permenhub Nomor 26 Tahun 2017," ujar dia.
Sebenarnya, kata Christiansen, Permenhub tersebut sudah paling tepat untuk dijalankan. Ia menegaskan, ADO mendukung pemerintah untuk menyusun peraturan setelah utusan MA demi kebaikan semua pihak.
Saat ini Kemenhub sedang melakukan beberapa langkah, yaitu konsolidasi dengan internal kementerian, meminta pendapat hukum, serta menghimpun masukan dari masyarakat dan para stakeholder. Di sisi lain, peran pemerintah daerah dibutuhkan untuk dapat menjaga situasi tetap kondusif sambil menunggu diterbitkannya payung hukum baru.
Direktur Angkutan dan Multimoda Kemenhub Cucu Mulyana mengatakan, putusan MA yang membatalkan 14 pasal dan mengandung 18 substansi dapat dikerucutkan menjadi 8 substansi. "Kedelapan substansi tersebut terkait tarif, kuota, SRUT, domisili kendaraan, badan hukum, argometer taksi reguler, larangan sebagai perusahaan angkutan umum dan wilayah operasi," jelas dia.
Berdasarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011, putusan tersebut berlaku efektif 90 hari sejak dikeluarkan. Jika dikeluarkan 1 Agustus 2017, maka akan mulai berlaku efektif 1 November 2017. Untuk itu Cucu menegaskan hingga sebelum 1 November, Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 masih berlaku.