EKBIS.CO, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan kenaikan cadangan devisa pada Agustus 2017 menjadi sebesar 128,8 miliar dolar AS merupakan hal yang baik bagi ketahanan ekonomi nasional.
"Cadangan devisa yang meningkat baik untuk ketahanan ekonomi Indonesia," kata Mirza saat ditemui di Gedung Menko Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/9).
Mirza menjelaskan membaiknya posisi cadangan devisa ini didukung oleh aliran modal (capital inflow) di pasar obligasi terutama dari hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas. Ia memproyeksikan posisi cadangan devisa ini dapat meningkat jelang akhir tahun terutama apabila tidak ada keputusan moneter yang krusial dari Bank Sentral AS. "Tergantung bagaimana situasi di kuartal empat, kalau eksternalnya tenang dengan penggantian Gubernur Bank Sentral AS dan kenaikan suku bunga AS yang tidak jadi, capital inflow masih berlanjut," ujar Mirza.
Selain itu, konsistensi kebijakan pemerintah dalam melaksanakan paket kebijakan ekonomi juga bisa mendorong perbaikan iklim investasi dan peningkatan cadangan devisa. Ia mengharapkan aliran modal serupa bisa masuk di pasar saham terutama pada triwulan III dan IV-2017 untuk memperkokoh posisi cadangan devisa. "Kalau ada recovery ekonomi yang lebih kuat di kuartal tiga dan empat, 'capital inflow' di pasar saham akan masuk lagi," kata Mirza.
Sebelumnya, Bank Indonesia menyatakan posisi cadangan devisa Indonesia pada Agustus 2017 tercatat 128,8 miliar dolar AS, atau lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2017 sebesar 127,8 miliar dolar AS. "Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa yang berasal dari penerimaan pajak dan devisa hasil ekspor migas bagian pemerintah, serta hasil lelang SBBI valas," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman.
Penerimaan devisa itu melampaui kebutuhan devisa terutama untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo. Posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2017 ini cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.