EKBIS.CO, JAKARTA -- Rasio pembiayaan bermasalah atau Nonperforming Financing (NPF) perbankan syariah masih tinggi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, NPF Gross bank syariah secara nasional mencapai 4,5 persen.
Pengamat Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics Aziz Setiawan menilai bank syariah perlu memperbaiki proses internalnya agar semakin hati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Assesment dan manajemen risiko pembiayaan harus kuat.
"Termasuk mencegah moral hazard atau fraud yang biasanya mendorong penyaluran pembiayaan tidak sehat," ujar Aziz saat diwawancara Republika.co.id, Senin, (11/9).
Ia menjelaskan, secara umum strategi bank syariah untuk menurunkan NPF ditentukan oleh kualitas dan pertumbuhan pembiayaan sehat serta keberhasilan merestrukturisasi pembiayaan bermasalah.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang dapat membuat NPF bank syariah tetap tinggi. Di antaranya, jika bank syariah tidak berani berekspansi dan hanya fokus mengelola portofolio yang ada. Jadi, harus tetap ekspansi dengan kualitas analisa pembiayaan yang lebih baik.
"NPF yang tinggi selama ini juga karena faktor ekonomi makro yang mengalami stagnasi pertumbuhan pada lima persen dan tertekannya sektor riil," kata Aziz.
Ia menambahkan, tertekannya sektor riil biasanya langsung berdampak ke bank syariah. Dirinya optimistis NPF bank syariah ke depan akan lebih baik, didukung oleh ekspektasi membaiknya kinerja makro ekonomi. "Seperti pemerintah menaikkan target pertumbuhan ekonomi dari 5,1 persen menjadu 5,2 persen dalam hasil pembahasan APBNP 2017. Lalu inflasi juga diprediksi stabil serta diproyeksikan relatif rendah di angka 4,3 persen," kata Aziz.
Baginya, kondisi tersebut cukup kondusif. Dengan begitu dapat memberikan lingkungan ekonomi lebih baik bagi bank syariah untuk tumbuh dan berekspansi. "Kinerjanya secara umum pun diproyeksikan bakal lebih baik dibanding tahun lalu," katanya.