EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia mengatakan masih membahas rencana pengenaan biaya isi ulang atau top up uang elektronik. Rencana tersebut mendapat tentangan dan dilaporkan ke ombudsman karena dinilai memberatkan konsumen.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean mengatakan peraturan Bank Indonesia atau PBI yang akan mengatur biaya top up e-money itu kini sedang dibahas. "Sedang dibahas belum bisa komen," katanya kepada wartawan, Senin,(18/9).
Rencana pengenaan biaya isi ulang uang elektronik tersebut dilaporkan pengacara di bidang perlindungan konsumen David Maruhum L Tobing ke Ombudsman Republik Indonesia pada Senin ini. Pelaporan terhadap Gubernur BI Agus Martowardojo tersebut selain soal biaya top up e-money, juga mengenai pembayaran nontunai di jalan tol.
Menurut David, kedua aturan itu diduga sebagai bentuk tindakan maladministrasi yang mencerminkan keberpihakan pada pengusaha. Kedua peraturan juga dianggap melanggar hukum serta undang-undang. "Aturan ini sangat merugikan konsumen karena konsumen harus memakai uang elektronik yang tidak dijamin oleh LPS. Uang elektronik tersebut kalau kartunya hilang, maka saldonya akan hilang," tutur David.
Selain itu, uang elektronik juga tidak memperoleh bunga. Padahal, dana tersebut mengendap di perbankan. Dengan demikian ia menilai dalam hal ini seharusnya yang diterima oleh konsumen adalah insentif dalam pelaksanaan program cashless society, bukan dikenakan biaya top up.